Opini: Kasih Tersirat
Hari Valentine sudah tiba, cokelat akan menjadi target utama dan akan menempati list teratas dalam rencana pembelian di bulan ini. Semua orang berbondong-bondong membeli cokelat dan memberikan kepada orang spesial. Entah pacar, teman, sahabat, atau bahkan orang tua. Semua akan mengekspresikan perasaan sayang mereka dengan cara mereka sendiri. Pertanyaan muncul dalam diriku, “Apakah dengan memberi sebuah cokelat, mereka benar-benar mengekspresikan rasa sayang mereka?”
Menurutku belum tentu. Beberapa orang tidak pandai mengeskpresikan perasaan mereka, mungkin karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bagiku tidak penting orang itu pandai berekspresi atau tidak, yang terpenting dia tulus dalam menyalurkan kasih. Tidak ada yang tahu, mungkin dia benar-benar tidak bisa membeli cokelat, padahal dia ingin sekali membeli cokelat. Sempatkah terpikir oleh kita, bagaimana dengan mereka yang hanya cukup untuk makan sehari saja sudah bersyukur? Untuk mereka yang rela kepanasan, kehujanan, kedingan, bahkan rela untuk menahan lapar demi kehangatan dan kenyamaan orang yang mereka sayangi.
Banyak kasih yang tidak terlihat oleh mata kita, banyak pula yang tidak terpikirkan oleh diri kita. Kasih yang melebihi nikmatnya cokelat di hari Valentine. Kasih yang lebih menyala dari terangnya lampu kota di malam Valentine. Kasih yang lebih indah dari gemerlapnya lampu malam di bukit bintang. Ya, benar. Kasih ibu untuk kita anak kesayangannya, kasih ayah untuk kita harapan terbesarnya. Orang tua yang rela tidur larut malam, dan bangun saat pagi buta. Mereka berjuang untuk kita, tidak ada kata lelah yang keluar dari mulut mereka, sekalipun kita selalu merengek, mengeluh, bahkan marah kepada mereka. Senyuman kecil yang keluar dari mulut kita seakan menjadi kekuatan besar untuk mereka. Tidak peduli orang memandang apa, tidak peduli orang berkata apa. Yang terpenting mereka bisa melihat kita bahagia, bisa melihat kita tersenyum, bisa melihat kita tertawa lepas. Terpikirkah oleh kita, seberapa berat beban yang mereka pikul? Seberapa lelah rasa yang mereka rasakan? Bukankah mereka tidak pernah protes kepada kita? Bukankah mereka tidak pernah menyalahkan kehadiran kita? Bukankah mereka selalu memeluk kita ketika kita merasa tidakut? Bukankah mereka yang pertama kali memberi obat ketika kita sakit? Bukankah mereka orang yang pertama kali meneteskan air mata ketika mereka tahu akan hadiran kita? Air mata sebagai wujud dari kebahagian mereka. Mereka pula yang menjaga dan merawat kita.
Tidak ada cokelat di hari Valentine tidak jadi masalah, karena kasih yang sesungguhnya telah kita rasakan sejak kita masih dalam kandungan. Kasih orang tua bagai lentera yang selalu siap menerangi kita. Bagai payung yang siap melindungi kita dari hujan dan panas. Sayangnya, kadang kala kita tidak pernah melihat itu semua, entah kita yang tidak mau melihat atau kita yang tidak tahu bagaimana caranya melihat kasih itu? Sudahkah kita membalas kasih orang tua kita? Kasih yang tidak terlihat oleh mata kadang menjadi kasih yang nyata dalam hidup kita, karena kasih yang sesungguhnya tidak pernah memperlihatkan siapa dirinya. Kasih yang tidak terlihat oleh mata itu luar biasa. Sudahkah kita menjadi kasih yang tidak terlihat oleh sekeliling kita? Kasih tidak memperlihatkan pengorbanannya, kasih yang tidak meminta timbal balik.
Selamat hari kasih sayang untuk mereka yang merasa tidak pernah mendapat kasih sayang. Percayalah kawan, kalian semua telah menerima kasih yang luar biasa. Kasih yang tidak dimengerti oleh manusia. Kasih Tuhan yang setiap detik ada pada kita, dan kasih itu tidak pernah kita lihat, tidak pernah kita mengerti, namun kasih Tuhan selalu ada untuk kita.
Yogyakarta, 14 Februari 2020
Angella Herlina Ditasari
Penerima Beasiswa KAMAJAYA
Mahasiswa Program Studi Akuntansi UAJY, Angkatan 2018
No Comments