Penerima Beasiswa KAMAJAYA : Viana Meirani
Viana Meirani
Tanggal Lahir:
Kota Asal:
Studi:
6 Mei 1999
Yogyakarta
Fakultas Teknobiologi Prodi Biologi semester 5 (Oktober 2020)
Viana Meirani
Mahasiswi Fakultas Teknobiologi UAJY Prodi Biologi
Kekecewaan
Perkenalkan nama saya Viana Meirani, biasa dipanggil Viana. Saya lahir di Sleman, 6 Mei 1999. Saya dua bersaudara, adik lahir tanggal 30 April 2005. Peristiwa yang tidak bisa dilupakan ketika saya disuruh keluar (diusir) dari rumah dan saya pergi ke rumah Nenek, saat itu hujan deras dan saat itu pun juga ibu saya mencari dan mengajak saya pulang. Dari kecil saya dididik oleh Bapak dengan keras, dalam arti apa-apa harus mandiri. Contohnya dari SD sampai SMK saya diajarkan ketika ada tugas sekolah kita harus mencari sendiri jawabannya dari bacaan di buku atau catatan sendiri. Saya juga masih ingat ketika TK atau SD waktu saya belajar membaca kalau tidak dilafalkan ketika belajar membaca saya selalu dibentak oleh Bapak, mungkin agar saya cepat bisa membaca tapi malah bentakan itu membuat saya menangis setiap kali membaca.
Saat ini, adik saya kelas 2 SMP yang diharuskan sekolah online. Cara orang tua saya mendidik antara saya dengan adik saya sangat berbeda. Ketika saya TK, saya sudah bisa mandiri sedangkan adik saya selalu mengandalkan Ibu. Mungkin, karena adik anak terakhir jadinya agak dimanja. Saat saya membantu mengerjakan tugasnya atau menanyakan tugasnya kenapa tidak dikerjakan dan saya agak sedikit marah, malah dibentak balik oleh Bapak. Tentu wajar jika saya agak marah karena tugas sekolah tidak dikerjakan dan wali kelas selalu menagih tugasnya. Adik saya ini malasnya luar biasa. Kalau saya tidak suruh mengerjakan atau saya bantu mengerjakan dia akan bermalas-malasan. Saya akui adik saya ini memang kalau belajar sangat-sangat susah menangkapnya, sampai-sampai tugas dia kadang saya yang mengerjakan. Jika tidak begitu, maka tidak akan selesai tugasnya. Yang saya sayangkan dari adik saya adalah kenapa waktu kecil selalu dimanja. Jadinya seperti ini, apa-apa tidak mau, tidak bisa mencari jawaban dari tugas sendiri, padahal fasilitas sudah diberikan.
Kekuatan terbesar saya adalah keluarga. Karena kalau tidak ada keluarga, saya tidak akan menjadi seperti sekarang. Ketika melihat orang tua saya capek ketika pulang kerja, rasanya kasihan sekali dan saya ingin membantu mereka kerja mencari uang tambahan. Untuk saat ini, saya tidak akan membebani orang tua saya. Dulu, saya sering sekali minta uang kepada Ibu untuk jalan-jalan bersama teman, nongkrong-nongkrong tidak jelas. Tadinya saya mencari uang saku dengan mencoba jualan masker wajah. Namun karena waktu itu pandemi, jadi susah mencari konsumennya. Untuk saat ini, saya belum ada rencana untuk jualan masker lagi. Selain karena modal tidak ada, kuliah online juga menyebabkan banyak berdiam di rumah. Ketika kuliah di kampus, saya selalu simpan uang saku untuk besok atau kalau ada keperluan lainnya, saat ada keperluan lainnya saya tidak harus meminta kepada orang tua lagi karna saya sudah punya uang sendiri. Saya juga tidak mau membebani orang tua lagi.
Saya tinggal di Sleman, tepatnya di daerah pedesaan. Mayoritas pekerjaan para pemuda di desa saya adalah kerja serabutan, mereka kerja apa aja yang bisa mereka kerjakan. Kebanyakan di antara mereka bekerja menjadi pelayan toko sehabis lulus SMK. Di desa saya, sikap pemudanya mulai kurang banyak bergaul dan bersosialisasi. Ketika ada orang sakit, kebiasaan untuk menjenguk sudah berkurang. Mungkin bagi para pemuda sekarang, hal itu adalah hal sepele. Namun bagi orang yang sakit, perhatian tersebut sangat berharga karena masih ada yang peduli. Saya pun pernah mengalaminya. Ketika saya sakit dan diopname hingga empat hari, tidak ada yang menjenguk sama sekali. Saya merasa kecewa dengan sikap para pemuda di desa. Padahal ketika ada yang sakit, saya juga ikut menjenguk yang sakit. Saya merasa kecewa kenapa mereka seperti itu dengan saya. Berulang kali saya katakan kepada orang tua saya mengapa mereka seperti itu? Ketika saya sakit, mereka diam. Tapi ketika bukan saya yang sakit, mereka malah peduli. Ibu saya hanya bilang, “Ya, sudah. Mungkin, ini cobaan buat kamu. Kamu yang sabar.”
Dari TK, nilai rapor saya lumayan bagus, perkembangannya cukup baik. Sewaktu TK, saya mengikuti apa saja ekstrakulikuler yang ada, contohnya drumband dan tari. Saat SD, saya bisa dibilang murid yang aktif. Tapi ketika saya akan naik ke kelas 3 SD, saya tinggal (tidak naik) kelas padahal nilai saya baik. Hal yang sangat-sangat saya sayangkan sekali kepada guru saya waktu SD. Nilai saya waktu SD dibilang cukup dari kelas 1 – 6 SD. Memasuki SMP, nilai rapor bagus. Waktu akan naik ke kelas 3, saya masuk ranking lima besar. Itu hasil kerja keras saya dan didikan orang tua dari kecil.
Prestasi waktu SMP adalah saya pernah menjadi anggota OSIS, ekstrakakulikuler PBB, voli, dan bulu tangkis. Saya bangga sekali ketika tim PBB sekolah mengikuti lomba PBB se-Yogyakarta di Balai Kota Sleman, dan alhamdulilah pernah lolos hingga ke tingkat provinsi. Tidak sia-sia kami latihan dari pagi hingga sore, belum lagi ketinggalan pelajaran dan berpanas-panasan selama latihan. Ada lagi pengalaman saya di SMP ketika saya ditunjuk oleh guru olahraga untuk mewakili sekolah dalam lomba atletik di Sleman. Perasaan saya bangga bisa ditunjuk sebagai perwakilan SMP. Walaupun tidak juara, tapi tidak apa. Waktu SMK nilai saya bagus, tetapi di SMK tidak ada ranking seperti ketika SD atau SMP. Di SMK, saya hanya mengikuti ekstrakulikuler voli dan badminton, hal itu disebabkan jarak yang jauh dari rumah ke sekolah sedangkan tugas sekolah menumpuk, kegiatan praktikum yang memakan waktu cukup lama. Saat praktikum, bisa berjam-jam berdiri meracik obat-obatan. PKL di rumah sakit dan apotek. Saya mendapatkan nilai yang bagus untuk hasil kerja keras saya.
Kuliah semester 4 kemarin sangat melelahkan karena banyak sekali praktikum. Bisa dibilang setiap hari ada praktikum dan selalu dikejar dengan deadline tugas. Nilai semester ini tidak memuaskan. Tadinya saya harap dapat memuaskan, tapi saya salah. Saya selalu mendapatkan nilai C padahal saya selalu mengerjakan tugas dan mengumpulkannya tepat waktu, tapi masih saja diberi nilai C. Semester 4 ini ada beberapa mata kuliah yang harus di-remidi. Saya sudah remidi, tapi nilai tetap tidak ada perubahan sama sekali. Kadang saya juga bingung, saya sudah bekerja keras agar nilai bisa memuaskan. Mendapatkan nilai C sangat membuat saya down sehingga saya sering melamun sendiri di kamar, sering marah tiba-tiba ketika perasaan tidak karuan.
Saya selalu berdoa ketika saya sholat, “Ya Allah, kenapa Engkau beri saya cobaan yang begitu bertubi-tubi?” Sebagai hamba, saya hanya bisa pasrah dengan semua cobaan ini. Kegiatan rutin saya setiap sebulan sekali adalah kegiatan kepemudaan (rapat). Kegiatan kepemudaan saya di desa tidak ada kemajuan sama sekali, berdiskusi hanya mandeg di situ-situ saja dan tidak ada kemajuan sama sekali. Pemuda di desa saya semua malas-malas. Saya mempunyai pacar, dia yang selalu memberi saya semangat. Setiap kali saya merasa down, saya berkeluh kesah padanya. Ketika saya benar-benar stres memikirkan laporan dan tugas, dia selalu mengajak saya ke luar, entah itu hanya ke luar makan, jalan, atau nongkrong.
Impian terbesar saya adalah membahagiakan orang tua saya, memberangkatkan orang tua ke Tanah Suci. Saya ingin menjadi orang yang sukses di kemudian hari agar orang tua saya bangga kepada saya. Saya harus terus memupuk kepercayaan diri dan pantang menyerah.
No Comments