Lentera Atma: Pamer atau Bukan, Beda Tipis
Dewasa ini, kita semakin banyak difasilitasi, bahkan dimanja dengan berbagai macam fasilitas. Salah satunya adalah fasilitas untuk mengabadikan dan mendokumentasikan berbagai macam hal yang kita lakukan, baik dalam bentuk foto, video atau yang lain. Masih diikuti pula dengan fasilitas untuk membagikan, mewartakan atau sekedar memamerkan apa yang kita lakukan dan telah kita abadikan dalam bentuk foto video tersebut.
Adanya fasilitas-fasilitas ini tentunya sangat baik dan pantas kita syukuri karena terbukti telah memberi banyak manfaat. Ada banyak kegiatan sosial dan gerakan solidaritas yang diikuti oleh banyak orang karena baik rencana maupun pelaksanaannya diwartakan melalui media sosial. Demikian pula, berkat pewartaan tersebut, banyak orang yang belum mengambil bagian menjadi tergerak untuk ikut melakukan atau membuat kegiatan-kegiatan serupa.
Pada awal-awal ibadah online juga banyak yang mengabadikannya kemudian mewartakannya di media sosial. Tentu, tujuannya bukan untuk pamer tetapi bisa jadi untuk memberi kesaksian kepada orang lain sekaligus mengajak agar mereka juga rajin berdoa dan mengikuti ibadah. Ada juga yang suka mengabadikan berbagai jenis masakan yang dibuat kemudian memasangnya di media sosial juga. Tentu, ini juga tidak bertujuan untuk pamer, tetapi bisa jadi untuk mengajak agar orang lain juga melayani keluarga atau tamu dengan baik, yakni dengan menyediakan makanan bagi mereka.
Jangan kita melakukan kewajiban agama di hadapan orang supaya dilihat orang; Apabila kita memberi sedekah, janganlah kita mencanangkan hal itu supaya dipuji orang; Apabila kita berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Apabila kita berpuasa, janganlah bermuram muka seperti orang munafik.
Antara pamer supaya sekedar dilihat orang dan memberi kesaksian serta ajakan berbuat baik, kadang sangat tipis batasnya. Dalam hal ini, hanya kita sendiri yang paling mengerti apa yang kita lakukan dan untuk apa kita melakukannya. Tentu saja, Tuhan lebih tahu dari kita. Kita tinggal memilih: apakah kita lebih memilih upah di dunia ini atau balasan dari Tuhan.
Namun, di hadapan Tuhan, kita semua sama, yakni hamba-hamba-Nya. Apa pun jabatan atau kedudukan kita, kalau kita menyadari bahwa kita semua adalah hamba-hamba Tuhan, kita akan bersikap rendah hati. Kalaupun kita adalah pimpinan, terhadap bawahan pun kita akan bersikap rendah hati. Kita akan memperlakukan orang lain, siapa pun mereka, entah jabatannya lebih tinggi atau lebih rendah, entah usianya lebih muda atau lebih tua, dengan penuh hormat dan penghargaan. Selain itu, tentu kita juga melakukan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya, dengan penuh tanggung jawab dan disertai semangat pengabdian kepada Tuhan.
Image by Free Photos from Pixabay
No Comments