Opini: Beranilah untuk Bermimpi!
Dahulu waktu kita masih anak-anak, mungkin saat kita duduk di Taman Kanak-Kanak ataupun di Sekolah Dasar, seringkali kita ditanya oleh guru tentang cita-cita. Ada yang menjawab ingin menjadi dokter, pilot, astronot, polisi, perawat, dan bahkan ada yang bercita-cita ingin menjadi pahlawan. Kita masing-masing menyebutkan cita-cita yang indah dengan harapan cita-cita tersebut dapat terwujud di masa yang akan datang. Dari manakah cita-cita itu datang? Cita-cita atau mimpi sering datang dari hal yang kita kagumi. Tidak heran, banyak anak-anak yang bermimpi ingin menjadi pahlawan karena mereka mengagumi sosok pahlawan tersebut. Contohnya sebut saja Ultraman, Power Ranger, dan Naruto. Begitu juga dengan anak-anak lain yang bermimpi ingin menjadi polisi. Di mata mereka, polisi merupakan sosok yang hebat yang dapat melindungi dan mengayomi masyarakat.
Namun seiring berjalannya waktu, mimpi-mimpi itu pudar dan hilang entah kemana. Sering kali anak-anak yang dulu bermimpi dan punya harapan besar seakan-akan melupakan mimpinya saat ia dewasa. Banyak faktor yang mempengaruhi mengapa mimpi-mimpi itu bisa hilang. Ada faktor internal dan ada faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam diri sendiri, seperti takut jika mimpi itu tidak tercapai, rasa tidak percaya pada kemampuan diri sendiri, atau justru ingin mengubah haluan ke mimpi yang lain. Sedangkan, faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri, seperti dorongan dari orang tua, ikut-ikutan teman, atau merasa bahwa memiliki cita-cita itu tidak penting. Yang paling sering menghilangkan cita-cita adalah pemikiran “mengikuti arus”. Pemikiran seperti ini membuat orang-orang yang memiliki mimpi menjadi tidak berani untuk bermimpi. Mereka jadi mengubur mimpi mereka dan berpikir bahwa mengikuti arus saja sudah cukup. Padahal, memiliki mimpi dan tujuan itu sangat penting bagi hidup. Jika kita tidak memiliki tujuan dalam hidup, maka hidup kita akan kehilangan arah.
Lalu, faktor lain yang paling sering menghilangkan cita-cita adalah faktor tekanan dari orang tua. Anak-anak sering dituntut untuk mengikuti kemauan orang tuanya. Kebanyakan yang dituntut adalah cita-cita orang tua yang tidak terealisasikan, lalu mereka menuntut anaknya untuk merealisasikan cita-cita tersebut. Cara yang seperti ini adalah cara yang salah. Anak-anak seharusnya dibebaskan dan dapat bebas memilih cita-cita seperti apa yang ingin mereka capai. Mereka punya mimpi masing-masing untuk diraih sesuai dengan minat dan bakat mereka masing-masing. Orang tua seharusnya bertugas untuk mendukung dan mengarahkan anak-anak mereka agar dapat meraih mimpi mereka masing-masing.
Sebagai anak, kita harus memiliki keberanian untuk melawan faktor-faktor yang berpotensi untuk menghambat mimpi kita. Kita harus berani untuk bermimpi, bukan hanya bermimpi kecil, kita harus berani bermimpi besar. Tantangan dan rintangan pasti selalu dan akan terus menerpa. Namun, tetaplah berpegang teguh pada cita-cita kita. Kelak, usaha itu tidak akan sia-sia dan cita-cita kita akan terwujud.
Yogyakarta, 28 Oktober 2021
Nicolas Armando
Mahasiswa Program Studi Arsitektur UAJY Angkatan 2020
Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-5
Image by Biljana Jovanovic from Pixabay
No Comments