Lentera Atma: Manisnya Permen Masih Terasa di Lidah
Di sebuah rumah sakit, terbaring seorang pasien yang sudah tua. Seiring dengan bertambahnya usia, penyakitnya semakin parah sehingga ia tidak mampu mengurus kebutuhan diri, seperti makan, mandi, buang air, dan lain sebagainya. Ada seorang pemuda yang selalu menyempatkan diri untuk menjenguknya dan merawat dirinya setiap hari. Pemuda itu datang setiap hari setelah pulang kerja dan menemani orang tua tersebut sekedar mengobrol, menyuapinya makan, membantunya mandi dan buang air. Semua dikerjakan dengan sabar dan teliti.
Dengan perawatan si pemuda tersebut, penyakit pak tua berangsur-angsur sembuh. Dokter dan perawat rumah sakit sangat gembira atas kemajuan kondisi kesehatan pak tua. Suatu hari dokter menyampaikan kabar gembira bahwa pak tua sudah boleh pulang. “Pak tua, anda sudah bisa pulang hari ini. Kami sangat kagum dengan ketelatenan dan kesabaran anak anda sehingga anda bisa pulih dengan cepat,” kata dokter. Pak tua lalu menjawab dengan sedih, “Kalau saja anak muda tersebut adalah anakku, tentu hidup saya tidak kesepian seperti ini. Saya hidup sendiri setelah istri saya meninggal sepuluh tahun yang lalu. Kami tidak mempunyai anak dan sanak keluarga. Saya tidak kenal anak muda tersebut. Waktu saya dirawat di rumah sakit, anak muda itu muncul dan mulai merawat saya.”
Dokter dan perawat rumah sakit merasa heran. Jika pemuda itu merupakan anak atau keluarga pak tua, hal itu tentu saja bukan sesuatu yang besar. Namun, ternyata pemuda itu bukan siapa-siapanya. “Saya bukan anak atau keluarganya,” tutur si pemuda tatkala ditanya oleh dokter dan perawat di rumah sakit. Lantas, apakah yang memotivasi pemuda ini? Apa alasan yang membuat dirinya begitu tulus dan mau meluangkan waktunya? Padahal bukan orang tua atau keluarga. Dia, tentu saja, memiliki banyak kegiatan yang bisa dikerjakan terkait pribadi maupun urusan masa depannya.
Si pemuda menjelaskan lebih lanjut, “Manisnya permen yang dia berikan saat saya masih kecil masih terasa di lidah saya. Saat itu saya masih kecil dan hidup di jalanan. Orang tua saya tidak tahu ke mana. Sepanjang ingatan, saya sudah menjadi gelandangan sejak kecil. Suatu kali setelah mengemis, dalam keadaan lapar dan kehausan saya duduk beristirahat di emperan toko. Pak tua itu kebetulan melihat saya dan memberikan permen kepada saya. Saat itu, saya sangat membutuhkan permen itu. Dia memberikannya dengan tulus.”
Hanya sebuah permen, kecil, sederhana, dan harganya juga tidak mahal. Tetapi ternyata pemberian itu amat membekas di hati dan selalu diingat si pemuda. Meski hanya sebuah pemberian kecil dan tidak berharga, permen itulah yang menjadi sebab bagi pak tua ini mendapatkan kebaikan yang besar di masa tuanya, ketika tiada lagi anggota keluarga yang mengurusinya. Permen kecil itu juga yang memberi semangat hidup kepada si pemuda sehingga dia bisa bangkit dan terus berjuang hingga menjadi sukses sekarang.
Teman-teman, teruslah berbuat baik. Sekecil apapun kebaikan yang kita berikan, tidak ada yang sia-sia bahkan mungkin akan mengubah hidup seseorang.
Image by Дарья Яковлева from Pixabay
No Comments