Coretan Mahasiswa: Di Balik Layar Media Sosial
Memang saat ini media sosial telah menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa. Aksesnya yang mudah dan berbagai macam platform yang ada membuat setiap individu bebas dan tidak memiliki batasan untuk berbagi berbagai cerita melalui foto maupun video. Mereka bebas dalam membentuk citra diri di media sosial yang terkadang terasa begitu sempurna ketika dilihat para pengikutnya.
Pujian dan pengakuan dari pengikut membanjiri kolom komentar. Kemudian, mereka mulai terus menunjukkan gambaran yang ideal tentang kehidupan mereka, baik dari segi akademik, kehidupan sosial, maupun penampilan fisik. Hasilnya, muncul tuntutan tidak langsung untuk menyusun citra yang selalu tampak “sempurna” untuk mempertahankan kesan positifnya di media sosial. Tanpa disadari, tekanan pun muncul. Tekanan ini menjadi semacam dilema, di mana kebebasan untuk berekspresi di media sosial sering kali tidak sesuai atau tidak sejalan dengan “tuntutan” untuk selalu tampil sempurna.
Tentunya tekanan ini dapat memengaruhi kesehatan pikiran seseorang. Keinginan untuk selalu tampil baik di mata publik dapat menimbulkan stres, kecemasan, dan rasa tidak puas dengan diri sendiri. Sebagai pengguna media sosial, tentunya kita juga melihat kehidupan orang lain yang tampak “sempurna” dan sering kali memicu perbandingan sosial. Melihat teman lain sudah melakukan sesuatu lebih dulu, kita sering merasa tertekan untuk mengikuti dan bahkan melampaui pencapaian mereka. Kita ingin sama seperti kebanyakan teman di media sosial. Seolah kita harus mencapai standar tertentu agar diakui atau diterima oleh lingkungan. Padahal, proses setiap orang berbeda, dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain bukanlah hal yang memberi manfaat berarti. Tentunya, hal ini menciptakan tekanan tambahan yang dapat mempengaruhi kesehatan pikiran seseorang, terutama era di mana nilai sosial sering diukur oleh angka-angka dan pencapaian yang terpampang di dunia maya.
Oleh karena itu, penting untuk kita menyadari bahwa apa yang terlihat di media sosial hanyalah sebagian kecil dari kehidupan sebenarnya. Menjaga keseimbangan antara interaksi di dunia maya dan kesehatan mental menjadi kunci. Bersikap realistis, berbagi pengalaman secara tulus, dan menghargai diri sendiri adalah langkah-langkah yang dapat membantu menjaga kesehatan pikiran dalam era digital ini.
Image by Thomas Ulrich from Pixabay
No Comments