KAMAJAYA Scholarship / Coretan Mahasiswa  / Coretan Mahasiswa: Menguji Makna Kurban di Tengah Luka Sosial

Coretan Mahasiswa: Menguji Makna Kurban di Tengah Luka Sosial

Idul Adha 2025 kembali hadir, membawa gema takbir yang memenuhi langit dan hati. Ia bukan sekadar ritual tahunan, tetapi momen perenungan mendalam tentang keikhlasan, tentang pengorbanan, dan tentang kepedulian terhadap sesama. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail tidak hanya mengajarkan tentang ketaatan kepada Tuhan, tetapi juga tentang keberanian menyerahkan sesuatu yang sangat berharga demi nilai yang lebih tinggi. Namun, realitas hari ini berbicara lain. Makna kurban perlahan tergeser oleh formalitas. Hewan disembelih, daging dibagikan, namun banyak hati yang tetap keras, banyak mata yang tetap tertutup terhadap penderitaan di sekelilingnya. Kurban menjadi simbol, bukan sikap. Ia dirayakan dengan megah, tapi kerap lupa pada mereka yang setiap hari ‘dikorbankan’ oleh ketimpangan dan ketidakadilan sosial.

Masih ada yang tak bisa membeli beras, sementara sebagian merayakan kurban dengan pesta berlebihan. Masih ada warga yang tak tersentuh bantuan, sementara kamera berlomba-lomba menyorot pembagian daging sebagai ajang pencitraan. Maka pertanyaannya muncul, apakah kita benar-benar memahami makna kurban, atau sekadar menjalankannya sebagai rutinitas? Idul Adha seharusnya menjadi pengingat bahwa pengorbanan bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi juga tentang menyembelih egoisme, kerakusan, dan sikap acuh terhadap penderitaan orang lain. Kurban seharusnya menghidupkan nurani, bukan sekadar memenuhi kewajiban.

Jika kurban adalah bentuk cinta kepada sesama, maka sudah semestinya kita bertanya: siapa yang hari ini dikorbankan oleh sistem yang tidak adil? Siapa yang diam-diam terus kehilangan hak, suara, dan harapan? Tahun ini, mari renungkan kembali, jangan sampai kurban hanya menjadi simbol, sementara ketimpangan terus dibiarkan hidup. Jangan sampai keikhlasan hanya terdengar di mulut, tapi tak terasa dalam tindakan. Kurban bukan hanya tentang apa yang dipotong di atas tanah, tapi tentang apa yang kita relakan dari dalam diri. Tentang kenyamanan yang kita bagi, kepentingan yang kita kesampingkan, dan kebaikan yang kita sebar meski tak dilihat siapa pun. Karena sejatinya, Idul Adha bukan milik yang mampu, tapi milik semua. Bukan tentang seberapa banyak daging dibagikan, tapi seberapa tulus kasih disebarkan.

Image by MetsikGarden from Pixabay

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA