KAMAJAYA Scholarship / Lentera Atma  / Lentera Atma: Wujud Kasih

Lentera Atma: Wujud Kasih

Maka tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, lalu ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya” (Matius 18:27)

Ayat ini menggambarkan betapa besarnya belas kasihan seorang raja kepada hambanya yang memiliki hutang sangat besar dan mustahil untuk dilunasi. Raja tersebut tidak hanya menunda hukuman, tetapi secara total menghapus hutang itu.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sebagai mahasiswa, sering kali kita menemukan diri kita terbebani oleh “hutang” yang terasa begitu berat. Hutang ini mungkin bukan hanya dalam bentuk finansial, seperti biaya kuliah yang harus dilunasi, tetapi juga dalam bentuk tanggung jawab dan kewajiban moral. Kita merasa berhutang pada orang tua yang telah mengorbankan segalanya demi pendidikan kita, berhutang pada dosen yang telah mengajar kita dengan sabar, dan yang terpenting, berhutang pada diri sendiri untuk bisa meraih kesuksesan yang telah kita impikan. Beban ini sering kali terasa mencekik. Kegagalan dalam ujian, tugas-tugas yang menumpuk tak berujung, atau ekspektasi tinggi yang disematkan pada pundak kita bisa membuat kita merasa terperosok dalam keputusasaan yang dalam, seolah-olah kita tidak akan pernah bisa melunasi semua “hutang” ini.

Namun, perumpamaan tentang raja yang berbelas kasihan ini hadir sebagai sebuah pengingat yang kuat. Ia mengingatkan kita akan belas kasihan Tuhan yang tak terbatas. Tuhan, layaknya raja dalam cerita itu, sepenuhnya memahami keterbatasan kita sebagai manusia. Dia tahu bahwa kita adalah makhluk yang tidak sempurna dan pasti sering kali gagal. Ketika kita merasa tertekan oleh beban perkuliahan yang seolah tak terangkat, kita bisa datang kepada-Nya dan menemukan kekuatan baru. Sama seperti hutang yang dihapuskan, beban kita juga dapat dilepaskan. Ini adalah pelajaran tentang kerendahan hati untuk mengakui bahwa kita tidak bisa menanggung semuanya sendiri, dan ada kekuatan yang lebih besar yang siap mengangkat beban kita.

Lebih jauh lagi, perumpamaan ini juga menantang cara kita berinteraksi dengan orang lain, terutama teman-teman kita. Di lingkungan perkuliahan, kita pasti pernah berhadapan dengan “hutang” yang dimiliki teman kepada kita. Mungkin ada anggota kelompok yang kurang berkontribusi dalam sebuah proyek penting, teman sekamar yang lalai menjaga kebersihan, atau teman yang secara tidak sengaja menyinggung perasaan kita. Dalam situasi-situasi ini, sangatlah mudah bagi kita untuk menyimpan kekesalan, kemarahan, dan bahkan dendam. Kita merasa berhak untuk menuntut pertanggungjawaban dari mereka atas “hutang” mereka kepada kita.

Pada titik inilah perumpamaan itu mengajak kita untuk merenung dan bertanya pada diri sendiri, “Jika Tuhan telah mengampuni saya dari hutang yang tak terbayangkan, hutang yang tak mungkin saya bayar, bagaimana mungkin saya tidak bisa mengampuni orang lain dari kesalahan atau ‘hutang’ yang jauh lebih kecil?” Pertanyaan ini membuka mata kita pada hakikat pengampunan. Pengampunan sejati bukanlah tentang melupakan kesalahan, melainkan tentang memilih untuk melepaskan beban dendam yang kita pikul. Dengan memilih untuk mengampuni, kita membebaskan diri kita sendiri dari belenggu kepahitan dan menumbuhkan lingkungan yang penuh dengan empati, kasih, dan belas kasihan, sama seperti yang telah kita terima.

Image by 0fjd125gk87 from Pixabay

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA