
Lentera Atma: Menemukan Keseimbangan
Menjadi mahasiswa sering kali dipandang sebagai masa emas dalam perjalanan hidup. Kita diberi kesempatan untuk menimba ilmu, mengembangkan potensi diri, serta membangun relasi yang akan berguna di masa depan. Namun di balik semua itu, realitasnya tidak selalu mudah. Tugas menumpuk, jadwal kuliah padat, organisasi yang menyita energi. Tidak jarang, kita mengorbankan satu aspek hidup demi mengejar yang lain. Ada yang begitu sibuk dengan akademik hingga lupa menjaga kesehatan mental. Ada pula yang tenggelam dalam kesibukan duniawi hingga melalaikan kehidupan spiritual.
Di titik inilah kita perlu belajar arti keseimbangan. Keseimbangan bukan berarti semua hal harus sama rata dalam porsi waktu dan tenaga, tetapi bagaimana kita mampu menempatkan prioritas dengan bijak sehingga hidup kita berjalan selaras. Akademik memang penting, sebab menjadi mahasiswa berarti kita sedang dipersiapkan untuk menjadi pribadi yang berkualitas dan berguna bagi bangsa. Namun, kesehatan mental juga tidak kalah penting. Pikiran yang lelah, hati yang kosong, atau tubuh yang sakit akan membuat semua pencapaian kehilangan makna. Di atas semuanya, kehidupan spiritual adalah fondasi yang menuntun arah hidup. Tanpa relasi dengan Tuhan, kita mudah tersesat dalam ambisi pribadi.
Firman Tuhan berkata, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” (Matius 6:33). Ayat ini mengingatkan kita bahwa fokus utama bukanlah prestasi, popularitas, atau kenyamanan, melainkan menempatkan Tuhan di pusat kehidupan. Ketika kita mendahulukan Dia, kita belajar mengatur prioritas, mengelola waktu, dan menghadapi tekanan dengan hati yang tenang. Hidup yang seimbang lahir dari kesadaran bahwa semua aspek saling terkait, seperti akademik melatih kedisiplinan dan tanggung jawab, spiritual menumbuhkan iman dan arah, sementara kesehatan mental menjaga kita agar tetap mampu berjalan dengan baik.
Menemukan keseimbangan memang bukan hal yang instan. Ada kalanya kita jatuh dalam kesibukan yang berlebihan, merasa jauh dari Tuhan, atau kehilangan semangat belajar. Tetapi setiap kali itu terjadi, kita diajak untuk berhenti sejenak, berdoa, dan mengatur ulang ritme hidup. Ingatlah bahwa hidup bukan hanya soal hasil, melainkan juga proses bagaimana kita bertumbuh sebagai pribadi yang utuh. Coba tanyakan pada diri kita masing-masing, “Apakah aku sudah menempatkan Tuhan sebagai pusat dalam segala aktivitas kuliah dan organisasiku? Bagaimana aku menjaga kesehatan mental di tengah tekanan akademik dan sosial?, Apakah aku memberi waktu bagi diriku sendiri untuk beristirahat, berdoa, dan memperhatikan kesejahteraan batin?”
Kesibukan boleh banyak, tetapi jangan sampai hati kehilangan arah, sebab keseimbanganlah yang membuat langkah kita tetap teguh dan penuh damai. Dalam keseimbangan itu, kita menemukan ruang untuk bertumbuh, belajar dengan sungguh, berdoa, serta menjaga diri agar tetap sehat secara jasmani maupun rohani. Pada akhirnya, keseimbangan bukan hanya membuat kita berhasil di bangku kuliah, tetapi juga menyiapkan kita menjadi pribadi yang bijak, kuat, dan siap menghadapi kehidupan yang lebih besar.
No Comments