KAMAJAYA Scholarship / Opini  / Opini: Belajar Melambat di Dunia yang Terlalu Cepat

Opini: Belajar Melambat di Dunia yang Terlalu Cepat

Di era ketika semuanya bergerak secepat kedipan mata, kita hidup dalam ritme yang nyaris tidak memberi jeda. Setiap hari kita dibombardir dengan notifikasi, target, dan perbandingan yang datang dari mana-mana. Kita melihat pencapaian orang lain. Mulai dari teman sebaya yang sudah bekerja, membangun usaha sendiri, atau tampil “sempurna” di media sosial. Seakan-akan dunia memberi pesan bahwa kita harus selalu bergerak, harus selalu produktif, harus selalu berlomba.

Tanpa kita sadari, budaya terburu-buru ini membuat kita sering lupa untuk sekadar berhenti sejenak. Kita mengejar banyak hal dalam waktu yang bersamaan: mimpi, ekspektasi, validasi, bahkan standar ideal yang sering kali tidak kita tentukan sendiri. Kita terus berjalan tanpa bertanya apakah langkah yang kita ambil benar-benar sesuai dengan hati kita. Kita begitu sibuk berlari sampai tidak sadar kalau kita sedang kelelahan.

Padahal, tidak semua proses harus dikejar dengan tergesa-gesa. Ada hal-hal yang memang butuh waktu untuk tumbuh, sama seperti diri kita sendiri. Seperti tanaman yang jelas tidak bisa dipaksa cepat berbuah, manusia pun butuh ritme untuk berkembang. Tapi kenyataan itu sering kali kita abaikan karena merasa tertinggal jauh dari orang lain.

Saat hasil yang kita harapkan belum datang, kita dengan cepat menyalahkan diri sendiri. Kita berpikir bahwa kita kurang pintar, kurang berusaha, atau kurang “hebat”. Kita jarang mengizinkan diri untuk menerima bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan. Ada faktor-faktor yang memang tidak bisa kita atur, dan itu bukan berarti kita gagal.

Melambat bukan berarti menyerah. Melambat adalah memberi ruang bagi diri untuk bernapas, merasakan, dan kembali menemukan arah. Ketika kita berani melambat, kita memberi kesempatan untuk mengenali apa yang sebenarnya kita butuhkan bukan apa yang dunia tuntut dari kita. Kita belajar bahwa tidak apa-apa jika belum mencapai semuanya sekarang. Tidak apa-apa jika langkah kita lebih pelan dari orang lain. Setiap orang punya waktu dan jalannya masing-masing.

Barangkali, melambat adalah cara Tuhan mengingatkan bahwa hidup bukan tentang siapa yang paling cepat, tetapi siapa yang paling mampu menemukan makna dalam perjalanannya. Karena pada akhirnya, kita semua sedang berproses. Tidak ada yang benar-benar tertinggal selama kita tetap mencoba berjalan maju, meskipun dengan langkah yang kecil.

Maka, di tengah dunia yang berisik dan berlari ini, cobalah berhenti sebentar. Dengarkan diri sendiri. Hargai setiap proses, sekecil apa pun. Biarkan hidup mengalir tanpa harus selalu dikejar. Tidak apa-apa untuk melambat—karena terkadang, justru di saat itulah kita menemukan diri kita yang sebenarnya.

Yogyakarta, 4 Desember 2025

Fransisca Endriani Permatha Ednan
Mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum UAJY Angkatan 2022
Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-9

Image by Ryan McGuire from Pixabay

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA