Penerima Beasiswa KAMAJAYA : Madeline Tasha
Madeline Tasha
Tanggal Lahir:
Kota Asal:
Studi:
30 Mei 2000
Bogor
Fakultas Teknik Prodi Teknik Sipil semester 7 (Oktober 2021)
Madeline Tasha
Mahasiswi Fakultas Teknik UAJY Prodi Teknik Sipil
Roda Berputar
Perkenalkan nama saya Madeline Tasha mahasiswi Teknik Sipil angkatan 2018. Sedari saya kecil, saya akrab dengan panggilan “Madeline” di kalangan orang-orang luar dan “Sasha” dalam keluarga. Saya lahir di Bogor pada tanggal 30 Mei 2000, di mana saya menjadi anak pertama dari kedua orang tua saya. Saya merupakan anak tertua dari tiga bersaudara dan saya memiliki dua adik perempuan yang sedang menempuh sekolah dasar dan sekolah menengah atas. Sebagai anak tertua dari keluarga saya, tentu saja saya menjadi acuan/role model untuk kedua adik saya. Saya berusaha semaksimal saya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna untuk saya sendiri dan juga keluarga, terlebih lagi untuk kedua adik saya.
Hidup saya dan keluarga penuh dengan jatuh bangun. Diawali dengan hidup nyaman dan tentram, lalu kemudian jatuh hingga kami harus kehilangan segala yang kami miliki karena satu dan lain hal, lalu bangkit lagi dan saat sudah nyaman dengan semua keadaan yang ada, keluarga kami jatuh lagi karena usaha ayah saya gulung tikar.
Lima tahun yang lalu saat saya berada di bangku SMA, usaha ayah saya gulung tikar dan sampai sekarang pun keluarga kami belum ada perkembangan yang signifikan setelah kejadian tersebut secara ekonomi. Untuk sebabnya, saya kurang mengerti karena orang tua saya tidak mau menceritakan secara detail kepada anak-anaknya karena takut khawatir dan kepikiran kata mereka. Tetapi, saya sebagai anak tertua tentu saja kepikiran dan khawatir, namun saya menghargai keputusan orang tua saya.
Singkat cerita sebelum kejadian tersebut terjadi, keluarga kami sangat tercukupi sehingga saya dapat bersekolah di salah satu SMA swasta bergengsi di Bogor. Saya juga dapat mengikuti les-les tambahan di luar jam sekolah. Namun, setelah kejadian tersebut, sangat sulit bagi orang tua saya untuk membiayai uang sekolah saya sekaligus adik-adik saya karena kedua orang tua saya pengangguran. Saya selalu merasa tidak tenang menghadapi hari setiap harinya karena keadaan ekonomi yang tidak mencukupi sementara biaya sekolah kami bertiga pun cukup banyak. Tetapi, orang tua saya meyakinkan kami untuk tidak pernah kehilangan harapan dan terus melaksanakan studi kami dengan sungguh-sungguh. Saya dan adik-adik saya berhenti mengikuti les-les tambahan dan tidak pernah “jajan” lagi karena uang saku yang kami dapatkan hanya cukup untuk ongkos pulang-pergi ke sekolah. Untuk biaya sehari-hari dan biaya pendidikan kami bertiga, orang tua saya meminjam atau meminta bantuan kepada saudara-saudara serta menjual barang-barang yang kami miliki.
Saat lulus SMA, awalnya saya ragu apakah saya akan kuliah atau langsung kerja saja karena secara ekonomi pun kami tidak mampu. Namun, ayah saya bersikeras untuk membiayai saya kuliah karena beliau memegang teguh prinsip bahwa pendidikan adalah nomor satu. Maka dari itu, orang tua saya memutuskan menjual rumah kami yang ayah saya beli pertama kali saat keluarga kami akhirnya bangkit 11 tahun yang lalu. Hasil penjualan rumah pun tidak terlalu besar karena keluarga saya juga terlilit utang yang cukup besar setelah bangkrut. Jadi setelah membayar biaya masuk kuliah saya, melunasi tunggakan-tunggakan sekolah adik-adik saya, serta modal untuk mengontrak rumah, uangnya pun habis dengan sekejap.
Untuk kebutuhan sehari-hari, ayah saya bekerja serabutan dan pemasukannya pun selalu sedikit sedangkan ibu saya tidak bekerja. Jadi, untuk kebutuhan sehari-hari pun masih minta tolong sana-sini. Untuk biaya kuliah per semester dan sekolah adik-adik saya, kami selalu meminta keringanan kepada bagian keuangan dan menerapkan sistem cicil (yang besarannya tidak menentu), maka tunggakan pun semakin banyak. Untuk biaya tempat tinggal (kost) saya di Yogyakarta pun, saya masih menunggak banyak dan selalu memohon keringanan kepada pemiliknya.
Walaupun serba kekurangan secara ekonomi, saya selalu berusaha yang terbaik untuk menjalani perkuliahan saya. Tidak hanya di bidang akademis, saya juga aktif berorganisasi di kampus secara non-akademik. Dari menjadi staff panitia biasa hingga menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Sipil selama dua periode berturut-turut saya lakukan. Saya juga beberapa kali mengikuti kegiatan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan jurusan saya.
Pada bulan Januari 2020, ayah saya akhirnya mendapatkan pekerjaan di luar kota dan kami sekeluarga mulai menata hidup kami kembali. Kami tetap berhemat untuk kebutuhan sehari-hari mengingat keluarga kami memiliki cukup banyak utang dan tunggakan yang harus dibayar. Gaji pekerjaan ayah saya bisa dibilang tidak terlalu banyak, tetapi kami dapat mencicil tunggakan-tunggakan kami walaupun sedikit demi sedikit. Saat akhirnya keluarga kami dapat bernapas kembali, pandemi COVID-19 semakin menjadi-jadi dan perusahaan tempat ayah saya bekerja terpaksa harus melakukan PHK massal. Pada saat itulah, saya mulai kehilangan harapan lagi karena masih banyak sekali tunggakan-tunggakan yang harus dibayarkan.
Tidak lama kemudian, saya mencoba bekerja di pabrik masker sebagai pekerja harian lepas. Saya hanya dapat bertahan selama 4 bulan lamanya karena pekerjaan itu terlalu berat untuk fisik dan mental saya. Gaji yang saya peroleh di pabrik tersebut adalah sebesar Rp 120.000,00/hari dengan lama kerja 12 jam. Tentu saya mengambil shift malam supaya dapat dibarengi kuliah. Jam 7 malam sampai jam 7 pagi untuk kerja, lalu dilanjuti dengan kegiatan perkuliahan sekaligus berorganisasi. Badan saya tidak kuat melakukan 3 aktivitas ini berbarengan ditambah dengan banyaknya kecelakaan yang terjadi di pabrik, maka akhirnya saya memutuskan untuk berhenti kerja.
Memang sangat egois kedengarannya karena kebutuhan sehari-hari keluarga saya bergantung pada gaji saya tapi orang tua saya tetap meyakinkan bahwa tidak apa-apa saya berhenti bekerja, rezeki bisa datang dari mana saja. Lalu setelah sebulan tidak bekerja, saya akhirnya bekerja di toko milik teman ibu saya. Bekerja di toko cenderung lebih mudah dan “santai”, bisa dibarengi kuliah juga. Tetapi, saat saya sudah nyaman bekerja di toko sambil kuliah, toko tersebut terpaksa harus tutup karena toko merugi.
Untunglah sekarang ayah saya mulai bekerja serabutan lagi meskipun pemasukannya tidak menentu, malah kadang tidak ada pemasukan sama sekali. Ibu saya juga tidak bekerja. Semester kemarin pun saya sudah terancam putus kuliah karena tidak ada uang sama sekali untuk membayar SPP. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk menceritakan masalah saya kepada teman-teman saya. Sebelumnya, saya tidak biasa berbagi cerita kesedihan saya kepada orang lain, tapi saya sudah kehabisan ide dan putus asa. Teman saya akhirnya menyarankan untuk meminta bantuan kepada KAMAJAYA Scholarship. Puji Tuhan, KAMAJAYA Scholarship bersedia dengan segala kebesaran hatinya untuk membantu menyelamatkan nasib studi saya. Jika saya tidak ditolong oleh KAMAJAYA Scholarship, mungkin saya sudah putus kuliah sekarang.
Ini adalah berkah yang saya dapatkan. Walaupun banyak sekali cobaan yang saya hadapi, saya beruntung masih dikelilingi oleh orang-orang baik yang mau membantu dan mengerti keadaan saya sekarang. Terima kasih kepada Tuhan, saudara-saudara, teman-teman, serta donatur dan KAMAJAYA Scholarship. Kedepannya, saya akan terus semangat melanjutkan studi saya dan berusaha cepat lulus agar mendapatkan pekerjaan yang lebih layak dan dapat membantu anak-anak yang bernasib sama seperti saya.
No Comments