Lentera Atma: Jangan Mengutamakan Kulit daripada Isi
Bacaan Injil Matius 23:13-22
Agustinus dari Hippo (13 November 354 – 28 Agustus 430) juga dikenal sebagai Santo Agustinus adalah seorang filsuf dan teolog Kristen awal yang tulisannya mempengaruhi perkembangan Kekristenan Barat dan filsafat Barat. Ia adalah uskup Hippo Regius (sekarang Annaba, Aljazair), yang terletak di Numidia (provinsi Romawi di Afrika). Ia dipandang sebagai salah seorang Bapa Gereja terpenting dalam Kekristenan Barat karena tulisan-tulisannya pada Era Patristik. Di antara karya-karyanya yang terpenting misalnya Kota Allah dan Pengakuan-Pengakuan. Pestanya dirayakan setiap tanggal 28 Agustus (Gereja Latin, Kekristenan Barat).
Santo Agustinus terkenal sebagai filsuf yang mencari dan merenungkan hal mendasar dalam kehidupan manusia di hadapan Tuhan. la mendengarkan nasihat-nasihat Santo Ambrosius, Uskup Milano pada waktu itu. Nasihat seperti yang disampaikan Paulus kepada jemaat di Tesalonika, bertujuan menggerakkan kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas. Santo Agustinus sungguh menemukan apa yang penting dari begitu banyak hal yang kurang penting dalam hidupnya.
Tidak seperti para ahli Taurat dan orang-orang Farisi dalam bacaan Injil hari ini yang lebih mengutamakan kulit daripada isi. Yesus menegur dengan menyebut mereka sebagai orang munafik. Kata “munafik” dalam bahasa Yunani “hypocritos” juga dipakai untuk para aktor atau pemain teater. Para aktor bisa mementaskan drama dengan luar biasa, menampilkan orang yang kaya raya, suci, sedih, gembira, sengsara, jatuh cinta, kejam, dan lain sebagainya. Tetapi apa yang mereka perankan di panggung, tidaklah sama dengan kehidupan nyata mereka. Itulah ungkapan makna dari kata “munafik”, yaitu apa yang di luar beda dengan apa yang di dalam.
Santo Agustinus menemukan betapa Allah dan kerajaan-Nyalah yang terbesar dan terpenting, bukan hal-hal manusiawi yang seharusnya menjadi sarana penghantar orang kepada Allah. Aturan-aturan dalam hukum Taurat dibuat untuk membawa orang kepada Allah bukan sebaliknya. Doa-doa panjang diciptakan untuk memuji Allah, bukan untuk mengelabui orang. Persembahan-persembahan digelar bukan demi persembahan itu sendiri, melainkan demi Dia yang menguduskan persembahan. Santo Agustinus menjadi teladan kekudusan umat beriman.
Mari kita belajar dari teladan Santo Agustinus.
Image by SplitShire from Pixabay
No Comments