KAMAJAYA Scholarship / Kisah/Kesaksian/Testimoni  / Kisah Penerima Beasiswa: Dari Kesulitan Menuju Keberhasilan

Kisah Penerima Beasiswa: Dari Kesulitan Menuju Keberhasilan

Perjalanan saya sebagai seorang mahasiswa perantauan penuh dengan lika-liku yang menguji ketangguhan dan semangat juang saya. Nama saya Ariel Rizky Putra Hartono, dan ini adalah kisah tentang bagaimana saya berhasil mengatasi berbagai tantangan untuk menyelesaikan studi dengan bantuan Beasiswa KAMAJAYA. Dari Kota Semarang, saya merantau di Kota Istimewa Yogyakarta sebagai mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Sejak awal kehidupan saya tidaklah mudah, tumbuh dari keluarga broken home menjadi tantangan tersendiri bagi saya. Sejak kecil, saya sering menyaksikan pertengkaran antara orang tua saya. Suasana rumah selalu dipenuhi ketegangan dan emosi yang memuncak. Akhirnya, setelah bertahun-tahun dalam ketidakpastian, Ayah saya memutuskan untuk meninggalkan kami sekeluarga.

Setelah meninggalkan keluarga, ayah saya meninggalkan banyak utang yang harus kami tanggung. Kebutuhan sehari-hari menjadi semakin sulit untuk dipenuhi karena beban finansial yang ditinggalkannya. Saya melihat ibu bekerja keras siang dan malam untuk melunasi utang-utang tersebut, sementara saya juga berusaha membantu sebisa mungkin dengan bekerja paruh waktu. Tak sampai di situ, Ayah juga sering meneror kami. Dia kerap datang tiba-tiba dan membuat keributan, menambah tekanan pada kami yang sudah kesulitan. Ancaman dan kata-kata kasar darinya selalu menghantui, membuat saya dan Ibu merasa tidak aman. Namun, kami bertekad untuk bertahan dan melawan semua rintangan ini, demi masa depan yang lebih baik.

Setelah Ayah meninggalkan kami, hidup menjadi semakin sulit karena tidak hanya Ibu dan saya yang harus menghadapi beban utang, tetapi juga banyak orang yang datang mencari Ayah. Mereka menagih utang yang ditinggalkan Ayah, dan sering kali, kemarahan mereka dilampiaskan pada kami. Saya masih ingat saat ada sekelompok orang datang ke rumah, menuntut pembayaran yang sebenarnya bukan tanggung jawab kami. Situasi ini membuat Ibu semakin tertekan, namun dia selalu berusaha untuk menghadapi mereka dengan kepala tegak. Saya melihat Ibu menangis diam-diam di malam hari setelah menghadapi para penagih utang itu, tetapi dia tidak pernah menunjukkan kelemahannya di depan saya. Tekadnya untuk melindungi dan membesarkan saya dengan baik adalah sumber kekuatan saya dan adik.

Tidak hanya penagih utang yang menjadi masalah, tetapi juga kebiasaan Ayah yang suka membuat onar. Dia sering datang dalam keadaan berteriak dan membuat keributan di sekitar rumah. Kejadian-kejadian ini tidak hanya membuat kami merasa tertekan, tetapi juga mempengaruhi reputasi kami di lingkungan. Tetangga mulai menghindar, dan beberapa bahkan memandang kami dengan tatapan curiga. Saya dan Ibu harus belajar untuk hidup dalam ketidakpastian dan ketakutan setiap hari. Meski begitu, Ibu selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk saya, mengingatkan saya untuk fokus pada pendidikan dan tetap berjuang demi masa depan yang lebih baik. Pengalaman ini mengajarkan saya tentang ketangguhan dan pentingnya untuk tidak menyerah meski situasi terasa sangat berat. Dari semua kesulitan ini, saya belajar bahwa dengan tekad dan usaha keras, kami bisa melewati masa-masa sulit dan menemukan cahaya di ujung terowongan.

Suatu hari, ayah saya berhasil mengambil uang pribadi saya yang telah saya kumpulkan dari bekerja paruh waktu. Uang tersebut seharusnya digunakan untuk meringankan biaya pendidikan saya, tetapi dia membawanya begitu saja. Tidak hanya itu, Ayah juga menguras tabungan yang sudah lama keluarga kami kumpulkan untuk masa depan saya. Terlebih lagi, dia bahkan mengambil semua dana dari asuransi pendidikan yang seharusnya menjamin saya bisa melanjutkan sekolah tanpa hambatan finansial. Setiap kali kejadian ini terulang, rasa kecewa dan marah semakin menggerogoti hati saya. Kehilangan uang dan tabungan tersebut membuat masa depan pendidikan saya terancam dan menambah beban pikiran Ibu.

Kondisi ini membuat psikologis saya semakin memburuk, terutama karena keributan Ayah dengan saudara-saudara kami. Pertengkaran tersebut menyebabkan banyak saudara yang memusuhi keluarga saya. Rasa kesepian dan terisolasi semakin mendalam karena kami merasa dijauhi oleh orang-orang yang seharusnya mendukung. Trauma yang ditimbulkannya membuat saya sulit untuk percaya pada orang lain dan selalu merasa cemas. Setiap kali mendengar suara keras atau melihat seseorang yang mirip dengan Ayah, jantung saya berdegup kencang dan tangan saya gemetar. Kehidupan saya dipenuhi dengan ketakutan dan kekhawatiran, tidak hanya tentang keamanan fisik tetapi juga masa depan yang seolah semakin suram.

Ibu berusaha sekuat tenaga untuk memberikan dukungan emosional, tetapi dampak dari kejadian-kejadian ini tidak bisa begitu saja dihilangkan. Namun, di tengah semua kesulitan dan trauma ini, saya tetap berusaha untuk tidak menyerah. Saya mencoba fokus pada pendidikan dan mencari cara lain untuk bisa terus melanjutkan studi. Saya sadar bahwa pendidikan adalah jalan keluar dari semua masalah ini dan satu-satunya cara untuk membangun masa depan yang lebih baik. Dengan segala upaya, saya bertekad untuk mengatasi trauma dan kondisi psikologis yang buruk ini, dan membuktikan bahwa saya bisa bangkit dari semua kesulitan yang pernah terjadi.

Sampai pada akhirnya di akhir semester 5, saya tidak mendapatkan beasiswa SPP tetap lagi karena sudah mendapatkannya hingga tiga kali. Adanya tunggakan membuat saya sempat putus asa, merasa bahwa perjuangan saya mungkin tidak akan membuahkan hasil. Ketiadaan dukungan finansial ini menambah beban pikiran saya, membuat fokus pada studi semakin sulit. Namun, di tengah kesulitan ini, saya dipilih menjadi salah satu dari 15 orang yang mewakili FISIP UAJY untuk Studi dan Proyek Independen Multikultural (SPIM) dengan Kepustakaan Populer Gramedia. Kesempatan ini memberi saya harapan baru dan motivasi untuk terus maju. Saya sadar bahwa ini adalah kesempatan langka yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin, meski situasi finansial sedang sulit.

Penandatanganan Kontrak Beasiswa.

Tak ingin menyerah begitu saja, saya mencoba untuk berdiskusi dengan para dosen terkait dengan kondisi saya. Kemudian beberapa dosen FISIP mengarahkan saya untuk mendaftarkan diri di KAMAJAYA, sebuah lembaga yang menawarkan peluang beasiswa dan dukungan akademik. Setelah melalui proses seleksi yang ketat dan penuh tantangan, saya akhirnya diterima di KAMAJAYA Scholarship. Keberhasilan ini menjadi titik balik penting dalam perjalanan akademik saya, memberi saya harapan baru di tengah kesulitan yang saya hadapi. Berita tentang diterimanya saya di KAMAJAYA Scholarship datang pada saat yang sangat tepat-bertepatan dengan momen penting, yaitu saat penandatanganan kontrak kerja sama buku dengan Kepustakaan Populer Gramedia. Keberhasilan ini memberikan saya rasa syukur yang mendalam, karena akhirnya saya melihat adanya terang di ujung terowongan setelah melalui masa-masa sulit.

Pengumuman penerimaan di KAMAJAYA Scholarship dan penandatanganan kontrak tersebut menandai sebuah awal baru. Saya merasa bahwa Tuhan telah membuka jalan bagi saya dalam waktu dekat, memberikan kesempatan yang sangat berharga untuk melanjutkan studi dan meraih cita-cita. Rasa syukur ini mendorong saya untuk terus berjuang dan memanfaatkan setiap kesempatan dengan sebaik-baiknya.

Foto bersama Wakil Rektor III UAJY, Bendahara YBKI, dan Ketua YBKI.

Setelah menandatangani kontrak dengan KAMAJAYA Scholarship, saya menandatangani kontrak dengan Kepustakaan Populer Gramedia yang menjadi fase baru penuh tantangan dan kesempatan. Penerimaan di KAMAJAYA Scholarship membuka peluang baru, tetapi juga membawa tanggung jawab besar. Dalam program Studi dan Proyek Independen Multikultural (SPIM) bertujuan untuk menghasilkan tiga output luaran: buku, video, dan pameran foto. Setiap output harus mencerminkan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai di Kota Solo atau yang dikenal sebagai Spirit of Java. Perjalanan ini menjadikannya sebuah pengalaman yang tidak hanya memerlukan keterampilan teknis tetapi juga kreativitas dan dedikasi.

Foto bersama Senior Editor KPG, Bapak Candra Gautama.

Perjuangan dimulai dengan penulisan buku yang memerlukan riset mendalam dan wawancara dengan berbagai narasumber untuk mendapatkan pandangan yang komprehensif tentang tema multikultural. Mengumpulkan data dan menyusun informasi dengan cara yang menarik dan informatif merupakan tugas yang memakan waktu dan tenaga. Tak hanya itu, saya menghadapi tantangan dalam bertemu dengan narasumber, terutama yang sulit dihubungi. Banyak dari mereka memiliki jadwal yang sangat padat dan sering kali tidak responsif terhadap permintaan wawancara. Saya harus berjuang keras untuk mendapatkan waktu mereka, sering kali melalui serangkaian email, telepon, dan bahkan pertemuan langsung yang memakan waktu.

Menyusun strategi yang efektif dan mencari jalan alternatif, seperti melalui kontak personal atau rekomendasi dari kolega, menjadi langkah penting untuk mencapai tujuan. Ketika akhirnya bisa mendapatkan kesempatan berbicara langsung dengan mereka, tantangan baru muncul dalam menyiapkan pertanyaan yang tepat dan memastikan wawancara berjalan lancar. Meskipun sulit, pengalaman ini mengajarkan saya tentang ketekunan dan pentingnya persiapan matang untuk menghadapi orang-orang berpengaruh dalam dunia profesional.

Selama proyek multikultural, saya banyak berdiskusi dengan tokoh-tokoh penting seperti tokoh budaya, politik, masyarakat, dan agama tentang keberagaman di Kota Solo dan perannya sebagai kota budaya. Beberapa tokoh di antaranya seperti KGPAA Mangkunegaraan X, Perwakilan Kasunanan Surakarta, Wakil Ketua PMS, Ketua HAKKA, Ketua Kelompok Mural Surakarta, Kepala UPTD Surakarta, Pejabat Pemerintah seperti Wakil Walikota, Bapak Halim HD sebagai tokoh kebudayaan, Ketua Takmir Masjid Agung Surakarta, Ketua Klenteng Tien Kok Sie, dan masih banyak lagi. Kota Solo dengan sejarah dan budayanya yang kaya, menjadi pusat perhatian dalam proyek ini dan berbicara dengan berbagai tokoh kunci di kota ini memberikan wawasan mendalam namun sekaligus menuntut persiapan yang matang.

Diskusi dengan Joko Anwar.

Setelah diskusi mendalam dengan tokoh-tokoh penting di Solo, saya mulai bekerja keras untuk menyelesaikan tiga output utama dari proyek ini: video, buku, dan pameran foto. Proses pembuatan video memerlukan pengeditan yang cermat, integrasi wawancara dengan narasumber, dan penambahan elemen visual yang menggambarkan keberagaman Solo. Buku, yang merupakan hasil dari riset dan wawancara, harus ditulis dan disusun dengan hati-hati untuk mencerminkan kekayaan budaya yang telah saya pelajari. Sementara itu, pameran foto menjadi kesempatan untuk menampilkan visual yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dan keindahan budaya di Solo.

Setelah berbulan-bulan kerja keras, semua elemen proyek ini akhirnya selesai dan siap dipresentasikan. Acara peluncuran pameran foto dan buku berlangsung dengan sukses, dan video diputar di berbagai platform. Berita baiknya, acara ini mendapatkan perhatian besar dari media. Sebanyak 25 media swasta nasional meliput peluncuran tersebut yang memberikan liputan luas tentang proyek dan hasilnya. Beberapa media di antaranya seperti Kompas, Kumparan, TVRI, dan media lokal daerah lainnya. Publikasi ini tidak hanya meningkatkan visibilitas proyek, tetapi juga memperkuat citra Solo sebagai kota budaya yang kaya akan keberagaman. Keberhasilan ini memberikan kepuasan mendalam dan menjadi langkah besar dalam karier saya. Dari sini, saya sudah diundang sebanyak tiga kali untuk podcast dan wawancara di TV. Saya sangat bersyukur, tentunya semua pengalaman yang luar biasa ini tidak bisa terwujud tanpa hadirnya Beasiswa KAMAJAYA.

Mendapatkan Penghargaan dan Pembicara di UIN Sunan Kalijaga.

Perjalanan saya tidak berhenti di situ. Memasuki semester 7, saya terus mengalami perkembangan signifikan dalam karier dan kegiatan saya. Saya mulai berkarya dalam bidang digital marketing, sebuah langkah yang memungkinkan saya untuk memanfaatkan keterampilan teknis dan kreatif yang telah saya kembangkan. Dengan mengajar dan berbagi pengetahuan tentang digital marketing, saya membantu banyak mahasiswa dan profesional muda dalam memanfaatkan potensi digital untuk mengembangkan karier mereka. Pengalaman ini bukan hanya memperluas keterampilan saya, tetapi juga memberi saya kesempatan untuk membangun jaringan yang luas dalam industri ini.

Selain itu, saya aktif dalam berbagi pengetahuan tentang budaya, berkat pengalaman dan riset mendalam yang saya lakukan sebelumnya. Saya sering diundang sebagai pembicara di berbagai seminar dan konferensi, saya berbagi wawasan tentang keberagaman budaya, khususnya mengenai Kota Solo. Setiap kesempatan berbicara di depan publik memberikan saya platform untuk mengedukasi audiens tentang pentingnya pelestarian budaya dan keberagaman. Diskusi-diskusi ini juga membuka peluang untuk bertemu dengan tokoh-tokoh penting dari berbagai bidang dari akademisi hingga pemimpin komunitas yang tertarik pada tema-tema yang saya angkat.

Menjadi Pembicara di Bentara Budaya dan Kompas.
Diskusi dengan Kepala Restorasi Gambut RI 2015-2019.

Pertemuan dengan tokoh-tokoh penting ini memberikan saya perspektif baru dan memperkaya pengalaman saya. Diskusi dengan mereka sering kali berfokus pada bagaimana budaya lokal dapat diterapkan dalam konteks modern dan bagaimana digital marketing dapat digunakan untuk mempromosikan budaya. Interaksi ini tidak hanya memperluas pengetahuan saya, tetapi juga memperkuat posisi saya sebagai salah satu penggiat budaya dan digital marketing di komunitas. Dengan adanya berbagai kegiatan ini, saya merasa semakin yakin dalam peran saya dan semakin termotivasi untuk terus berkarya dan berbagi.

Memasuki semester 8, perjalanan saya memasuki babak baru yang sangat menggembirakan dan menantang. Saya menjadi satu-satunya mahasiswa di FISIP UAJY yang terpilih untuk skripsi tematik bersama dosen, yang merupakan bagian dari program UB Grant. Keberhasilan ini adalah hasil dari kerja keras dan dedikasi saya selama ini, serta dukungan dari dosen dan konselor KAMAJAYA Scholarship yakni Suster Rosalia, SFD dan Bruder Bona, MTB yang selalu mendorong saya untuk mengejar impian saya. Program UB Grant memberikan fasilitas luar biasa, termasuk pendanaan untuk pencarian data, transportasi, dan uang saku yang diperlukan untuk penelitian lapangan. Ini adalah kesempatan emas yang memungkinkan saya untuk melakukan penelitian secara mendalam tanpa harus khawatir tentang kendala finansial. Tim UB Grant yang berisikan 4 dosen Ilmu Komunikasi dan 1 dosen hukum selalu mendukung dan menyediakan berbagai sumber daya yang saya perlukan untuk menjalankan penelitian ini dengan efektif dan efisien.

Saya memulai penelitian dengan melakukan perjalanan di Blitar untuk mengumpulkan data langsung dari sumbernya. Proses ini melibatkan kunjungan ke rumah-rumah warga yang berstatus sebagai keluarga purna migran di Desa Resapombo, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar. Pengalaman ini memberikan wawasan yang sangat berharga dan memperdalam pemahaman saya tentang tema penelitian. Selain itu, dukungan dari UB Grant juga memungkinkan saya untuk mengakses sumber data dan informasi yang sebelumnya tidak tersedia bagi saya.

Namun, di tengah kesibukan Semester 8, saya mengalami masa-masa sulit yang membuat saya mengalami depresi. Salah satu tantangan terbesar yang saya hadapi adalah kondisi kesehatan Ibu yang semakin memburuk. Ibu yang selama ini menjadi sumber kekuatan dan dukungan utama saya, kini harus menjalani perawatan medis yang intensif. Kesedihan dan kecemasan mengenai kesehatannya sangat membebani pikiran saya. Saya merasa tertekan oleh ketidakpastian tentang masa depan Ibu dan bagaimana kondisi ini akan mempengaruhi keluarga kami. Di sisi lain, situasi menjadi semakin kompleks dengan kembalinya Ayah yang mengancam. Setelah sekian lama menjauh, dia muncul kembali dengan sikap yang sama sekali tidak berubah membuat ancaman dan menciptakan ketegangan di rumah. Ayah kembali menuntut uang dan sering datang dengan amarah yang membingungkan. Keberadaannya menambah beban emosional yang sudah berat, mengingat semua utang dan konflik yang ditinggalkannya sebelumnya. Ancaman dan ketidakpastian yang dihadapi membuat saya merasa terjepit, seolah tidak ada jalan keluar dari masalah yang melanda keluarga kami.

Belum cukup dengan beban tersebut, adik saya juga ikut meminta uang saku yang sulit saya penuhi. Dalam situasi keuangan yang semakin sulit dan pengeluaran untuk perawatan Ibu, permintaan adik untuk uang saku menjadi tambahan beban finansial dan emosional. Saya merasa tertekan karena tidak dapat memenuhi kebutuhan adik sekaligus membantu keluarga yang sedang menghadapi kesulitan. Semua masalah ini menyatu dalam pikiran saya terutama saya mempunyai tunggakan uang SPU dan SPP sebesar kurang lebih 25 juta rupiah yang belum terselesaikan, mengakibatkan perasaan putus asa dan depresi yang mendalam. Ketika beban emosional dan finansial menumpuk, saya merasa tertekan dan kesulitan untuk fokus pada studi serta proyek skripsi saya. Dari sini saya juga mulai mengalami hipertensi dengan tensi 147 dan dua kali percobaan bunuh diri. Namun, saya berhasil digagalkan oleh teman saya dan dibantu oleh dosen.

Sempat mengurung diri beberapa waktu, akhirnya saya berdiskusi dengan Pak Hadi dan mendapatkan solusi atas permasalahan yang saya alami. Pak Hadi juga memberikan dukungan emosional dan motivasi yang sangat berarti di tengah masa-masa sulit ini. Saya juga sangat senang dan kembali sadar bahwa masih banyak orang yang baik terhadap saya. Tak hanya itu, saya juga dibantu oleh Kak Nindy dalam hal mengurus administrasi untuk ujian. Selain itu, saya terus di pantau oleh Suster Rosalia, SFD selaku konselor saya di KAMAJAYA Scholarship yang memberikan nasihat dan apa yang harus saya lakukan. Setelah melewati keterpurukan, saya berjuang untuk ujian skripsi sebagai syarat penyelesaian studi. Dengan dukungan yang kuat dari berbagai pihak, terkhusus juga dari KAMAJAYA Scholarship dan bimbingan yang intensif, saya berhasil melewati ujian skripsi. Keberhasilan ini menjadi pencapaian besar dan langkah penting dalam perjalanan akademik saya.

Foto dengan Pembimbing dan Penguji Skripsi.
Foto dengan Tim UB Grant.

Setelah melewati berbagai rintangan dan tantangan yang berat, akhirnya saya berhasil menyelesaikan ujian skripsi dengan hasil yang memuaskan. Proses panjang yang saya jalani, dari dukungan KAMAJAYA Scholarship hingga usaha keras dalam penelitian, telah membuahkan hasil dan memberikan saya kesempatan untuk meraih pencapaian akademik yang signifikan. Keberhasilan ini tidak hanya menjadi pencapaian pribadi, tetapi peran dari berbagai pihak yang terus mendukung saya. Saya berencana untuk melanjutkan perjuangan saya di bidang yang saya geluti, baik dalam digital marketing maupun pelestarian budaya. Melalui berbagai kegiatan dan proyek, saya ingin memberikan dampak positif, tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang-orang di sekitar saya. Dengan tekad dan semangat yang terus membara, saya siap menghadapi tantangan berikutnya dan terus berjuang untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, sembari selalu berusaha memberikan manfaat bagi orang lain dan keluarga tercinta.

Semarang, 26 Juli 2024

Ariel Rizky Putra Hartono
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY Angkatan 2020
Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-7

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA