Opini: Jam Karet, Mengapa Bisa Terjadi?
Sudah jadi rahasia umum kalau dunia perkuliahan di Indonesia sering kali akrab dengan istilah “jam karet”. Mulai dari kelas pagi sampai sore, mahasiswa di seluruh pelosok kampus sepertinya sudah terbiasa menunggu lebih lama dari waktu yang seharusnya. Ada yang menyebutnya sebagai “toleransi akademik”. Tetapi di balik fenomena ini, ada cerita, frustrasi, dan alasan yang sering tidak begitu jelas.
Bayangkan saja, jadwal kuliah jam 9 pagi, tapi dosen baru datang pukul 9.30 atau bahkan lebih. Mahasiswa yang awalnya datang tepat waktu atau bahkan lebih awal berakhir dengan bermain ponsel, bercanda dengan teman-teman, atau sekadar melamun menatap jam yang terus berputar. Tak sedikit yang merasa jengkel, tapi di sisi lain, ada juga yang dengan santainya bilang, “Ah, santai aja. Paling juga ngaret.”
Fenomena jam karet ini terjadi bukan hanya karena mahasiswa yang sering kali datang terlambat, tetapi juga terkadang dosen yang tidak tepat waktu. Mahasiswa sering kali dihadapkan pada dilema: datang on-time sesuai jadwal atau menyesuaikan diri dengan jam karet. Ini membuat kebiasaan terlambat jadi dianggap hal yang lumrah, bahkan seolah “bagian” dari budaya kampus.
Alasan “klasik” yang sering kita dengar adalah macet, kegiatan mendadak, atau keterlambatan dari kelas sebelumnya. Tapi, apakah ini hanya soal “alasan”? Atau mungkin sebenarnya ada masalah manajemen waktu yang kurang efektif? Entah mengapa, sistem “jam karet” ini sudah seperti tradisi yang sulit dihilangkan.
Dari sudut pandang mahasiswa, “jam karet” ini punya dua sisi. Ada yang merasa waktu tunggu itu hanya membuang-buang waktu. Padahal, bagi sebagian mahasiswa, jadwal kuliah yang tertunda bisa mengganggu rencana atau aktivitas lain di luar kuliah. Namun, ada juga yang memanfaatkannya untuk santai sejenak, terutama jika jadwal kuliah padat.
Pada akhirnya, jam karet ini membawa kita pada pertanyaan: Apakah perkuliahan kita bisa lebih efektif kalau waktu benar-benar dimanfaatkan dengan baik? Mungkin jawabannya bukan dihilangkan sepenuhnya, tapi lebih pada bagaimana kita bisa lebih menghargai waktu, baik dari sisi mahasiswa maupun dosen, karena, bagaimanapun juga, waktu adalah salah satu sumber daya paling berharga yang kita miliki di dunia perkuliahan.
Yogyakarta, 14 November 2024
Maria Ervioline Putri
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi UAJY Angkatan 2021
Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-6
Image by anncapictures from Pixabay
No Comments