KAMAJAYA Scholarship / Penerima Beasiswa  / Periode 2024/2025  / Penerima Beasiswa KAMAJAYA : Veronika Finki Nur Arditha

Penerima Beasiswa KAMAJAYA : Veronika Finki Nur Arditha

Veronika Finki Nur Arditha

Tanggal Lahir:
Kota Asal:
Studi:

26 Agustus 2004

Linggang Bigung, Kalimantan Timur

Fakultas Hukum Prodi Ilmu Hukum semester 5 (November 2024)

Veronika Finki Nur Arditha

Mahasiswi Fakultas Hukum UAJY Prodi Ilmu Hukum

Di Balik Kegagalan, Ada Rencana Tuhan yang Lebih Besar

Halo semua perkenalkan nama saya Veronika Finki Nur Arditha, biasa dipanggil Finki dan teman-teman untuk lebih akrab memanggil Pinkiw/Piw. Saya lahir di sebuah kecamatan di Kalimantan Timur, yakni Linggang Bigung pada hari Kamis, 26 Agustus 2004. Saya berasal dari Kalimantan Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kecamatan Linggang Bigung. Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Angkatan 2022 dan saat ini berada di Semester 5. Tahun ini saya genap berusia 20 tahun. Tentu bukan waktu yang sebentar, banyak sekali pengalaman hidup yang pernah saya rasakan baik suka maupun duka.

Latar belakang keluarga saya adalah saya anak kedua dari tiga bersaudara, kakak dan adik saya laki-laki. Saya merupakan anak kedua dan anak perempuan satu-satunya. Ayah dan Ibu menikah dengan berbeda kepercayaan, Ayah beragama Katolik sedangkan Ibu Islam. Setelah menikah, Ibu tidak mengikuti agama Ayah/melakukan pindah agama, Ibu tetap berpegang teguh pada agamanya.

Kami sekeluarga tinggal di rumah yang sangat sederhana bahkan bisa terbilang seadanya dengan plafon yang bocor di kala hujan sehingga apabila malam hujan deras Ayah dan Ibu harus bangun dan berjaga. Atap rumah bocor karena terkena pohon mangga yang sangat besar di depan rumah dan belum ada uang untuk perbaikan atap. Sekilas tentang rumah, Ibu bercerita awalnya sebelum saya lahir di tahun 2004, ayah, ibu, dan kakak saya tinggal menumpang di rumah kakak dari Ayah (paman). Kemudian, Paman memberikan Ayah sepetak tanah yang kemudian Ayah bangun sebuah rumah yang sampai sekarang masih ada walaupun keadaannya jauh dari kata sempurna. Rumah tersebut tidak memiliki kamar, jadi kami tidur di satu kasur/tempat tidur bersama-sama dengan sebuah WC kecil yang berdekatan dengan dapur. Ingin rasanya memiliki kamar sendiri juga seperti teman-teman yang lain. Namun ini tidak mungkin, untuk makan sehari-hari saja sudah bersyukur.

Ayah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jangan dibayangkan bahwa gaji PNS itu besar, karena biaya hidup di Kalimantan Timur yang tinggi, apa-apa serba mahal, belum lagi dipotong pajak. Sebelum mendapat pekerjaan tetap, Ayah bekerja sebagai kuli bangunan yang dipanggil ke sana kemari ketika ada yang sedang membangun rumah/keluarga yang memerlukan bantuan Ayah. Kadang diberi upah, kadang juga hanya diberi beras/buah-buahan sebagai tanda balas jasa atas bantuan Ayah. Berkat sekecil apa pun sudah sangat disyukuri, sehingga dengan latar belakang pekerjaan Ayah di bidang pembangunan, Ayah melamar pekerjaan di dinas pekerjaan umum dengan tidak ada jabatan, karena Ayah hanya lulus di bangku SMK, tidak ada uang untuk melanjutkan kuliah. Ayah selalu bilang meskipun Ayah tidak sarjana, tapi anak-anak Ayah pendidikannya wajib lebih tinggi dari pada Ayah yang hanya sekedar kuli/buruh bangunan. Saya mendengarkan perkataan Ayah dan selalu berusaha memberikan hasil yang memuaskan untuk setiap jerih payah keringat Ayah. Saya harus berpendidikan karena hanya dengan pendidikanlah yang bisa mengubah masa depan, dengan pengetahuan yang luas dan kerendahan hati.

Ibu hanya seorang ibu rumah tangga biasa dan lulusan SD. Ibu melakukan pekerjaan rumah tangga, menyapu, mengepel, memasak dan lain-lain mengurus keperluan keluarga kami. Seiring bertambahnya umur, Ayah sering kali sakit di bagian lutut/kaki karena asam urat yang tinggi. Ayah bahkan tidak bisa berjalan jika penyakitnya kumat dan harus berdiam di kasur hampir seminggu. Siapa yang tega melihat orang tuanya seperti ini? Begitu juga dengan Ibu, sering merasakan sakit di bagian kepala (migrain) dan persendian kaki sehingga apabila mereka sakit, sayalah yang harus mengurus adik, mengantar sekolah karena adik masih kelas 3 SD dan tidak mungkin saya biarkan sendirian pergi ke sekolah. Penyakit Ayah lebih sering kumat, untuk mengatasinya dikompres dengan es batu. Ayah sudah berobat ke Puskesmas dengan bantuan BPJS, namun saya merasa hal tersebut tidak efektif karena tetap ujung-ujungnya selalu kambuh.

Tentu saja dari pekerjaan Ayah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan, oleh sebab itu kami berkebun menanam apa saja yang bisa dijual, misalnya jagung, singkong, merica, pisang,buah-buahan, beras, dan lain-lain yang bisa untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di Kalimantan, tanahnya subur sehingga apa pun yang ditanam akan tumbuh dan menghasilkan.

Dalam kehidupan bermasyarakat di gereja Ayah aktif terlibat, misalnya menjadi lektor, ketua basis lingkungan dan membantu serta memberikan tenaga apalagi ada acara di gereja, misalnya Paskah, Natal, dan hari-hari besar agama lainnya. Berbeda dengan Ibu, ibu sering ke Mushola dekat rumah dan di rumah ibu mengaji. Hubungan antara Ayah dan Ibu mengalami pasang surut. Saya rasa ini hal yang biasa terjadi di dalam sebuah keluarga, pasti ada yang namanya perbedaan pendapat. Hanya saja, keluarga saya lebih sering tentang pemasalahan ekonomi antara kebutuhan dengan pendapatan yang tidak mencukupi.

Dari TK-SMP, saya bersekolah di sekolah swasta Katolik di bawah Yayasan Mgr. Gabriel Manek. Namun berbeda dengan SMA, saya harus melanjutkan di SMA negeri biasa karena keadaan ekonomi serta pada saat itu masa pandemi COVID-19 (2019), ditambah dengan kehadiran adik yang tentu saja memerlukan biaya untuk susu, baju, mainan, dan keperluan anak-anak pada umumnya. Di SMA negeri, saya mengambil jurusan IPA dan tentu saja bertolak belakang dengan jurusan Hukum yang saat ini saya tempuh. Di SMA negeri, saya mengalami culture shock karena dari kecil biasa dididik dengan ajaran Katolik yang tegas, disiplin, dan tentu saja taat aturan, sangat menghargai waktu. Saya dididik oleh suster yang disiplin. Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan suasana di SMA negeri. Banyak sekali teman-teman yang pada saat jam kosong dimanfaatkan untuk bolos dan tidur-tiduran di kelas. Belum lagi saya harus berhadapan dengan teman-teman yang berbeda kepercayaan. Namun tidak apa-apa, saya tetap menjunjung rasa toleransi dan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Di awal perkuliahan tahun 2022, saya datang ke Yogyakarta sendirian tanpa ayah ibu atau siapapun. Tidak seperti teman-teman yang lainnya yang ditemani oleh orang tuanya. Saya mencari kos juga sendirian. Kos saya sangat dekat dengan kampus Fakultas Hukum sehingga mudah dicapai dengan jalan kaki. Saya bisa berkuliah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta karena Ayah menjual tanah yang didapatkan dari warisan Nenek, itulah yang menjadi uang pendaftaran sebesar 9 juta rupiah kala itu. Saya juga mendapat potongan melalui program unggulan raport karena berprestasi. Sampai pada semester IV, saya menyadari uang tersebut sudah habis karena Ayah yang memberi tahu, saya terancam putus kuliah. Ternyata, uang bulanan dan uang kos juga Ayah pinjam dari Bank BRI dan CU Daya Lestari untuk menutup semua biaya saya selama kuliah di Jogja, ke mana lagi saya harus mencari uang untuk dapat memenuhi kebutuhan kuliah?

Saya sudah mendaftar beberapa beasiswa melalui KKACM UAJY dan sebelumnya juga mendaftar di Liem Family Scholarship namun tidak ada harapan. Saya tidak lolos seleksi. Saya bertekad untuk terus mencari beasiswa, salah satunya saya mendaftar Beasiswa KAMAJAYA. Setelah melalui berbagai seleksi administrasi dan wawancara, Puji Tuhan saya diterima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-8. Tentu saja saya sangat bersyukur dan sangat-sangat berterima kasih akan hal itu kepada segenap penggurus Beasiswa KAMAJAYA. Ternyata di balik beberapa pendaftaran beasiswa saya yang ditolak, ada rencana Tuhan yang lebih besar dan tidak terduga.

Alasan saya masuk Program Studi Hukum adalah ingin sekali memperbaiki tatanan pemerintah di daerah saya. Untuk mewujudkan hal itu, tentu saya perlu menjadi bagian dari pemerintah daerah di sana. Yang saya rasakan saat ini adalah kurangnya partisipasi rakyat daerah saat pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Biasanya yang menjabat adalah orang-orang yang memiliki uang/orang kaya. Saya sangat tidak setuju hal itu, harusnya semua rakyat bebas untuk mencalonkan dan dicalonkan untuk menjadi pemimpin. Entah apa yang ada di pikiran mereka, mereka menganggap hal itu sebagai hal yang wajar dan anehnya kepemimpinan pemerintah daerah malah berdasarkan turun-temurun dan dipilih sesuka hati. Saya merasakan betul, hanya karena berasal dari golongan suku yang sama, tiba-tiba saja bisa berkedudukan menjadi kepala pemerintah atau bahkan menjadi pejabat pemerintahan. Di mana kesempatan untuk rakyat yang lain? Mereka hanya terbungkam diam, menyaksikan berpuluh-puluh tahun kondisi berjalan begitu terus.

Saya akan mengubah pandangan/paradigma serta ketakutan yang selama ini mereka rasakan melalui pendidikan yang saya tempuh. Dengan segenap ilmu yang dimiliki, saya harus berjuang untuk mengembalikan sistem pemerintahan yang melalui desentralisasi pemerintah pusat dan daerah serta rakyat sebagai pemilik hak suara yang menentukan pimpinan dan kebijakan daerahnya. Saya akan mencoba membuka kesadaran hukum yang harus berasal dari diri sendiri untuk taat/patuh, serta bercita-cita mewujudkan generasi muda bangsa yang berintegritas dan taat akan Hukum.

Pada saat semester 1-4, saya mengikuti komunitas Misa Kampus yang banyak memberikan saya pengalaman mulai dari menjadi MC, mengikuti retret dan mengadakan kegiatan bakti sosial. Di komunitas Misa Kampus, saya menjadi semakin dekat dengan Tuhan melalui teman-teman yang selalu mendukung dan selalu mengajak untuk ke gereja, mengadakan Doa Rosario di bulan Mei dan Oktober. Jadi, saya tidak hanya sekedar kuliah lalu pulang, tetapi saya juga mengikuti kegiatan dan hal itu membawa dampak positif dan relasi yang terbangun. Saya senang dapat menjadi bagian dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan Komunitas Misa Kampus.

Komitmen saya terhadap KAMAJAYA Scholarship tentunya aktif mengikuti kegiatan yang diselenggarakan KAMAJAYA Scholarship, aktif berparitisipasi dan juga apabila sudah bekerja dan menjadi alumni tentu saja, saya akan membalas semua kebaikan dengan menjadi donatur tetap bagi adik-adik yang memang sungguh ingin berkuliah namun terhalang biaya.

Saya saat menjadi tata laksana di Gereja Priwulung.
Saya Saat menjadi MC di acara komunitas.
Saya di Fakultas Hukum saat hari pertama kuliah.

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA