KAMAJAYA Scholarship / Lentera Atma  / Lentera Atma: Tuhan Hadir di Setiap Proses, bahkan yang Paling Sederhana

Lentera Atma: Tuhan Hadir di Setiap Proses, bahkan yang Paling Sederhana

Setiap tanggal 31 Juli, dunia mengenang sosok St. Ignatius Loyola, seorang tokoh yang mungkin bagi sebagian dikenal dari sejarah gereja, tetapi sesungguhnya warisannya melampaui batas-batas institusi keagamaan. Di berbagai komunitas, termasuk lingkungan pendidikan seperti KAMAJAYA Scholarship, momen ini menjadi ajakan untuk berhenti sejenak dan merenungkan tentang apa arti hidup yang penuh makna.

Ignatius bukanlah pribadi yang sempurna dari awal. Ia mengalami titik balik dalam hidupnya melalui pengalaman luka dan keterpurukan. Namun justru dari situ, ia belajar satu hal penting bahwa setiap peristiwa bahkan yang paling menyakitkan bisa menjadi pintu untuk bertumbuh, jika kita mau mengolahnya dengan keheningan dan keterbukaan.

Yang ia wariskan bukan sekadar lembaga atau doktrin, tetapi cara pandang terhadap hidup. Kita diajak untuk melihat Tuhan hadir dalam segala hal, dalam keberhasilan maupun kegagalan, dalam percakapan ringan maupun konflik batin, dalam rutinitas sehari-hari maupun peristiwa besar. Ia mengajarkan kita untuk bertanya, “Apa yang sedang aku pelajari dari hidup ini?” dan lebih dari itu, “Apa yang sedang Tuhan ingin aku sadari dari proses ini?”

Sebagai mahasiswa, pelajar, atau siapa pun yang sedang menjalani fase pencarian, baik yang sedang mencari arah hidup, mengejar mimpi, atau sekadar mencoba bertahan di tengah banyak tuntutan, pesan Ignatius terasa dekat. Kita semua pernah atau mungkin sedang merasa bingung, lelah, kehilangan arah. Kita pernah merasa bahwa hidup berjalan terlalu cepat, dan kita hanya mengejar tanpa tahu apa sebenarnya yang dikejar.

Nilai-nilai Ignasian seperti refleksi, discernment (kebijaksanaan dalam mengambil keputusan), dan magis (semangat untuk terus berusaha menjadi lebih baik) bukan hanya milik mereka yang berada dalam jalur religius tertentu. Ia adalah panggilan universal bagi siapa pun yang ingin hidup secara sadar dan bertumbuh secara utuh.

Refleksi mengajak kita untuk berhenti sejenak, tidak hanya melihat apa yang terjadi, tapi juga mengapa itu terjadi, dan bagaimana itu membentuk kita. Discernment mengajak kita tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, tetapi mendengarkan suara hati yang terdalam. Sementara magis bukan berarti perfeksionisme, melainkan niat tulus untuk memberikan yang terbaik, bukan demi pujian, tapi karena kita tahu hidup ini berharga dan bermakna.

Di tengah dunia yang makin cepat, makin penuh distraksi, dan kadang terasa semakin kehilangan arah, nilai-nilai ini menjadi jangkar. Ia mengajak kita untuk hadir sepenuhnya, tidak hanya sekadar menjalani hidup, tapi menghidupi kehidupan. Untuk berani hadir bagi diri sendiri, bagi orang lain, dan bagi dunia ini dengan kepekaan dan cinta yang nyata.

Peringatan St. Ignatius Loyola bukan hanya tentang mengenang sosok besar, melainkan tentang membangkitkan kembali semangat mencari yang lebih dalam dan lebih sejati. Ia mengajak kita semua, apa pun latar belakang iman, bidang studi, atau perjalanan hidup kita, untuk menjadi pribadi yang senantiasa tumbuh, yang tidak berhenti belajar, dan yang memilih untuk menyala bahkan ketika dunia terasa gelap.

Karena pada akhirnya, kita semua bisa menjadi lentera. Bukan karena kita tanpa luka, tetapi karena kita memilih untuk tetap menyala. Dengan cahaya yang mungkin kecil, tetapi cukup untuk menerangi langkah selanjutnya, dan sering kali, itu lebih dari cukup.

Image by Pexels from Pixabay

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA