Penerima Beasiswa KAMAJAYA : Gracia Yosephine Matondang
Gracia Yosephine Matondang
Tanggal Lahir:
Kota Asal:
Studi:
29 Oktober 1998
Tapanuli Selatan, Sumatera Utara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prodi Ilmu Komunikasi semester 5 (Oktober 2019)
Gracia Yosephine Matondang
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UAJY Prodi Ilmu Komunikasi
Roda yang Berputar
Nama saya Gracia Yosephine Matondang, biasanya orang-orang memanggil saya dengan nama “Grace”, yang artinya anugerah. Saya lahir pada tanggal 29 Oktober 1998 di Pematang Siantar, Sumatera Utara dan lahir sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Saya tinggal di lingkungan gereja, karena ayah saya bekerja sebagai seorang pendeta. Peraturan dari pekerjaan tersebut membuat keluarga kami harus siap dimutasi setiap lima tahun sekali. Kota-kota yang ditempati pun berjarak jauh, sehingga membuat saya sering mengalami culture shock. Saya pernah merasakan tinggal di daerah yang sangat maju seperti Jakarta hingga di desa seperti Sipirok.
Penghasilan ayah saya sebagai seorang pendeta tidaklah besar dan ibu saya juga tidak bekerja. Keadaan yang paling terpuruk saat itu terjadi ketika ayah saya harus dipindahkan ke suatu desa yang bernama Sipirok. Saat itu ayah saya harus turun jabatan, sehingga penghasilan yang didapatkan pun semakin sedikit. Hal tersebutlah yang membuat saya enggan untuk kuliah karena melihat kondisi ayah saya. Akan tetapi, ayah saya terus berjuang untuk menyekolahkan saya agar sampai di perguruan tinggi. Biaya yang saya gunakan untuk kuliah didapatkan dari hasil kebun kopi yang dikelola oleh ayah saya, dan ayah saya pun sempat membuat usaha biji kopi.
Hari-hari pun berjalan dengan lancar, saya dapat kuliah tanpa kekurangan suatu apapun. Begitu pula dengan keluarga saya di kampung yang bahagia dengan kesehariannya. Akan tetapi, semua hal tersebut berubah ketika saya mendapat kabar bahwa ayah saya meninggal pada tanggal 11 April 2019. Saya tidak pernah menyangka hal tersebut terjadi di dalam kehidupan saya. Ayah yang saya kenal adalah orang yang sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Kepergiannya yang mendadak sempat membuat saya kehilangan arah dan membuat saya depresi. Saya sebenarnya tidak peduli jika saya tidak melanjutkan kuliah, karena melihat kondisi keluarga kami yang sama sekali tidak memiliki uang dan juga tidak memiliki tabungan. Akan tetapi, jika saya menyerah, berarti saya sudah menyia-nyiakan harapan ayah saya, dan melupakan kerja kerasnya untuk menyekolahkan saya. Tuhan tidak pernah tidur. Kebaikan Tuhan terus menghampiri keluarga kami dan saya pun mendapatkan kesempatan untuk tetap lanjut kuliah melalui Beasiswa KAMAJAYA.
Hingga saat ini, saya dapat menjalani kehidupan saya di Yogyakarta dengan bahagia. Saya perlahan membaik secara mental berkat dukungan keluarga dan teman-teman saya. Selama saya di Yogyakarta, saya sudah menempati dua rumah indekost. Alasan saya pindah dari rumah indekost yang pertama karena harganya yang melonjak naik dengan fasilitas yang didapatkan pun tidak sebanding. Akhirnya, saya pun memutuskan untuk tinggal di Kost Hartati yang berada di Jln. Mangga IV, No. 29C Yogyakarta.
Keseharian saya sebagai mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi sangat menyenangkan. Saya mengikuti kegiatan 2 organisasi kampus, yaitu FIAT (FISIP Atma Jaya Television) dan KPKS (Kelompok Profesi dan Kelompok Studi) ABN. Di FIAT, saya telah dipercaya sebagai sekretaris. Kedua organisasi yang saya ikuti bergerak di bidang broadcasting. Kegiatan tersebut menjadi motivasi saya agar dapat bekerja di dunia pertelevisian. Oleh karena itu, pada peminatan di Ilmu Komunikasi, saya memilih Kajian Massa dan Digital sebagai konsentrasi studi yang dapat membantu saya meraih cita-cita saya sebagai broadcaster.
Kehidupan saya layaknya roda yang berputar, terkadang bisa di atas dan terkadang berada di bawah. Kejadian yang menimpa saya setelah Ayah meninggal, membuat saya berada di roda yang paling bawah. Saya sempat berpikir untuk menyusul Ayah saja dan meninggalkan semua hal yang ada di dunia ini, tetapi hal tersebut tidak membantu keadaan saya menjadi lebih baik. Saya terus terpuruk di dalam kesedihan dan lupa bahwa masih banyak hal yang bisa saya lakukan untuk mewujudkan impian ayah saya.
Kesempatan yang telah diberikan kepada saya melalui Beasiswa KAMAJAYA, membuat saya termotivasi untuk menjadi orang yang sukses agar dapat membanggakan Ibu dan almarhum Ayah. Saya pun mulai meninggalkan kesedihan tersebut dan memulai hidup saya sebagai orang yang baru. Dengan kemampuan sebagai anak komunikasi, saya ingin mengajak mahasiswa lain agar mereka juga mendapatkan kesempatan untuk terus kuliah seperti saya. Sebagai komunikator, saya ingin menyampaikan ‘pesan’ ini melalui worth of mouth hingga menggunakan teknologi yang ada, seperti media sosial sehingga yang melihat berita tersebut tidak hanya mahasiswa, melainkan donatur juga dapat melihatnya. Beasiswa KAMAJAYA membuat saya lebih semangat untuk menggapai cita-cita, agar saya juga dapat menjadi penolong bagi mereka yang membutuhkan di masa yang akan datang.
No Comments