Kisah Penerima Beasiswa: Sehangat Matahari
Kekuatan tidak datang dari kemampuan fisik, namun datang dari semangat yang gigih. Kata-kata itu menjadi semangat bagi saya dalam melakukan berbagai hal sehingga saya yakin dengan berbagai keterbatasan saya dalam banyak hal, namun jika memiliki semangat gigih setidaknya saya akan selalu bangkit dan saya percaya di luar sana ada jutaan orang yang selalu ada untuk menolong saya.
Sedikit cerita mengenai pengalaman saya di akhir kuliah, saya lulus kuliah pada tahun ke-4 dan ketika saya di semester 8 yang menjadi semester akhir, saya mengambil skripsi dan KKN bersamaan. Pada awalnya saya kira akan menyelesaikannya dengan mudah dan berjalan lancar hingga akhir, karena saya sudah mempersiapkan judul skripsi yang akan saya pakai dan bahkan sudah banyak membaca skripsi orang lain dan cara penulisannya dan menurut saya tidak akan ada masalah kedepannya.
Saya merupakan mahasiswa Fakultas Hukum dan saya memiliki minat yang mendalam di bidang hukum ekonomi dan bisnis sehingga dalam skripsi, saya fokus membahas materi tentang itu. Awal menentukan judul, saya tidak mengalami kesulitan dan dengan bantuan dosen pembimbing yang baik maka judul skripsi dapat ditentukan. Saya selalu rutin bimbingan kepada dosen setidaknya tiga kali dalam seminggu dan memiliki progress yang bagus. Namun saat COVID-19 mewabah, di situ mulai titik baru dalam perjalanan saya. Kuliah ditiadakan dan saya pulang ke kampung halaman di Lampung serta semua hal berlangsung dari rumah termasuk bimbingan skripsi dan persiapan KKN. Awalnya, tidak masalah. Namun semakin lama, ini menyulitkan bagi saya. Saya harus bimbingan melalui WhatsApp dan Zoom serta telepon. Hal itu semua sangat berbeda ketika bimbingan skripsi secara langsung serta diskusi KKN yang tidak berjalan lancar karena sulitnya menentukan waktu yang pas bagi anggota lainnya.
Hari-hari makin berlanjut dan titik terang akan wabah ini pun tidak tampak (bahkan hingga saya lulus kuliah wabah masih menyebar), sehingga pada suatu titik dalam mengerjakan skripsi saya benar-benar kesulitan dan bingung mulai dari mencari literatur dan referensi buku yang dibutuhkan hingga penelitian. Di kota kecil tempat saya tinggal, sangat sulit mencari buku rujukan yang membahas tema yang saya angkat yaitu tentang fintech peer-to-peer lending dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Saya katakan kepada dosen pembimbing bahwa ini sangat sulit bagi saya (karena dalam skripsi, saya diharuskan minimal referensi berdasarkan 5 buku). Akhirnya, dosen memberi keringanan dengan tidak terlalu mematok berdasarkan jumlah buku, namun boleh menggunakan referensi lain sebagai gantinya (jurnal). Setidaknya, ini sedikit membantu bagi saya dan akhirnya sampai pada tahap penelitian, saya diharuskan meneliti di OJK dan ahli administrasi negara. Saya mencoba mengajukan penelitian ke OJK Bandarlampung karena jika dipusat terhalang dengan PSBB dan saat itu Jakarta masih sangat berbahaya.
Singkat cerita, saya sudah mengajukan permohonan penelitian di sana. Awalnya saya tidak merasa akan terlalu lama, namun dari pihak OJK terasa tidak mau melakukan penelitian. Lebih dari sepuluh kali saya ke kantornya karena ingin mengetahui follow-up dari permohonan saya dan ketika sudah mendapat jadwal yang ditentukan tetapi dari pihak OJK selalu menunda jadwal dan hilang. Ketika saya tanya, selalu mengatakan minggu depan. Hal ini terus berlangsung hingga 3 bulan dan saya merasa hal tersebut akan mengganggu jadwal yang telah saya tentukan jika ingin wisuda semester ini. Akhirnya, saya mendiskusikan kesulitan saya dengan dosen pembimbing dan saya diberi keringanan untuk tidak perlu ke OJK, tetapi cukup ke ahli administrasi saja dan saya langsung menghubungi dosen FH UAJY yang mengampu mata kuliah dan ahli di bidang hukum administrasi negara. Tidak sulit karena kurang dari 5 hari saya sudah mendapatkan semua data yang saya inginkan dan berhubung waktu semakin mepet saya harus cepat mengerjakannya. Puluhan kali saya revisi skripsi dan berhari-hari saya tidak tidur hanya mengejar agar saya bisa segera wisuda semester ini. Sebenarnya, sempat terpikir bahwa saya tidak akan terkejar jika ingin wisuda semester ini dan berpikir apa harus menambah 1 semester lagi. Namun saya berpikir, bahwa kuliah saya dibiayai oleh KAMAJAYA Scholarship dan saya merasa jika saya menambah 1 semester maka biaya tersebut pada dasarnya bisa digunakan untuk membiayai mahasiswa lain yang membutuhkan. Akhirnya, saya putuskan apapun yang terjadi saya harus wisuda semester ini. Rutinitas di depan laptop dan tidak tidur berhari-hari pun saya lakukan. Walau badan sakit-sakitan, tetap saya paksakan dan akan selalu saya ingat betapa sulitnya saya untuk menyelesaikan kuliah dan betapa berartinya perjuangan saya sehingga tidak akan saya sia-siakan kuliah saya hanya untuk main-main.
Pada akhirnya, saya selesai mengerjakan skripsi dan mengajukan pendadaran pada hari terakhir pendaftaran dibuka. Senang rasanya satu masalah selesai dan saya mulai mempersiapkan belajar untuk sidang. Saat itu, tidak ada kesulitan bagi saya untuk belajar karena tingkat intensitas dalam pengerjaan skripsi yang tinggi maka pada dasarnya saya hafal semua isi skripsi saya. Namun, saya tetap belajar hukum secara komprehensif karena ketika sidang pasti hal dasar ditanya walau tidak berhubungan dengan tema skripsi. Berhubung saya tidak memiliki baju putih, celana dasar serta dasi, maka saya pinjam ke teman. Ketika jadwal sudah ditentukan, ada sedikit masalah karena dua kali jadwal harus diubah secara dadakan. Akhirnya, sidang berlangsung dan saya berhasil mendapatkan nilai A. Itu sangat memuaskan bagi saya. Kemudian masalah baru muncul, saya hanya memiliki waktu kurang dari 2 minggu untuk mendaftar yudisium, sedangkan yang harus saya lakukan adalah revisi, jurnal, dan meminta tanda tangan dosen. Hal ini semakin sulit karena dosen penguji dan dosen pembimbing saya sulit dihubungi karena kesibukan mereka. Melalui berbagai usaha, akhirnya saya bisa daftar yudisium pada hari terakhir. Saya senang bahwa keinginan saya tercapai untuk mengejar wisuda. Namun, saya sadar tahun ini merupakan tahun yang tidak berkesan bagi para wisudawan karena hari besar mereka hanya dilakukan secara online. Meski demikian, saya harus sadar bahwa COVID-19 merupakan ancaman serius dan bukan main-main.
Ketika saya mengetahui bahwa saya telah lulus kuliah, saya merasa kehangatan yang mengalir di hati saya. Bagaimana tidak, selama kuliah ini saya selalu merasa bahwa suatu saat, pada titik tertentu, saat akan berhenti karena masalah biaya. Memang sempat disesalkan bahwa keluarga saya bangkrut ketika saya baru masuk kuliah. Saya pernah benar-benar depresi karena ketidakjelasan akan masa depan kuliah saya. Yang saya miliki hanya semangat bahwa saya harus melakukan yang terbaik selama kuliah walau kemungkinan terburuk terjadi, yaitu harus berhenti kuliah di tengah jalan. Setidaknya, saya telah melakukan yang terbaik dan terus belajar dan ini dibuktikan dengan IPK 3,91. Hasil capaian ini tidak menjadikan saya sombong karena saya sadar bahwa ada banyak orang jauh lebih pintar dari saya di luar sana. Namun, nilai itu membuktikan bahwa saya telah melakukan yang terbaik yang saya bisa.
Pada dasarnya, kerja keras saya bukan semata-mata usaha saya sendiri. Namun lebih dari itu, ada doa keluarga saya, dukungan teman-teman serta kebaikan para donatur KAMAJAYA Scholarship. Mungkin bagi sebagian orang uang biaya kuliah bukanlah hal yang berarti sehingga mereka bermain-main dengan kuliah karena merasa bahwa biayanya murah. Namun, ada jutaan orang yang bahkan tidak memiliki kesempatan untuk kuliah dan ada banyak orang yang seperti saya. Secara khusus, saya mengucapkan terima kasih kepada semua donatur. Sekecil apapun bantuan yang diberikan, ketahuilah bahwa itu sangat berarti bagi saya. KAMAJAYA Scholarship telah mengajarkan saya bahwa semangat berbagi ini harus tetap diteruskan bahkan hingga saya mati kelak. Kesuksesan bukan tentang berapa banyak uang, kendaraan, rumah dan harta lainnya yang kita miliki. Namun bagi saya, kesuksesan adalah seberapa besar impact yang kita miliki bagi sesama. Hal ini sejalan dengan cita-cita KAMAJAYA Scholarship yang ingin disebarkan melalui semangat berbagi.
Sekian sekelumit kisah saya, saya Andi Ilham Paturusi selaku Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-3 mengucapkan terima kasih kepada donatur, para donator serta teman-teman KAMAJAYA Scholarship atas semua hal yang telah saya terima ketika kuliah di UAJY. Hari ini telah lahir 1 orang Sarjana yang akan meneruskan semangat berbagi KAMAJAYA Scholarship.
Bandarlampung, September 2020
Andi Ilham Paturusi
Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-3
Alumni Fakultas Hukum UAJY Angkatan 2016
Image by Mrexentric from Pixabay
No Comments