Penerima Beasiswa KAMAJAYA : Dionysius Hans Varian
Dionysius Hans Varian
Tanggal Lahir:
Kota Asal:
Studi:
3 Oktober 1999
Klaten
Fakultas Teknobiologi Prodi Biologi semester 6 (Juni 2023)
Dionysius Hans Varian
Mahasiswa Fakultas Teknobiologi UAJY Prodi Biologi
Pembuktian Diri
Nama lengkap saya adalah Dionysius Hans Varian dan saya kerap dipanggil Rian atau Dion. Saya adalah mahasiswa Program Studi Biologi, Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta Angkatan 2020. Saya lahir di Klaten pada tanggal 3 Oktober 1999. Saya dan keluarga berdomisili di Klaten, lebih tepatnya berada di Platar RT 24/RW 10, Somopuro, Jogonalan, Klaten. Saya memilih kuliah di Universitas Atma Jaya Yogyakarta karena saya beberapa kali belum lolos dalam ujian SNM dan SBM yang diadakan pemerintah. Selain itu, Universitas Atma Jaya Yogyakarta juga tergolong dekat dengan rumah saya dan memiliki jurusan Biologi yang cukup mumpuni.
Saya tinggal di daerah dataran rendah yang dekat dengan perbukitan dan termasuk dalam daerah pelosok. Saya tinggal di rumah saya sendiri dengan keadaan rumah yang sederhana. Masyarakat di sini sebagian besar bekerja sebagai petani dan buruh dengan karakter masyarakat yang tergolong baik dan ramah. Sopan santun dan tata krama antarmasyarakat masih dijunjung tinggi di sini. Saya memiliki keluarga lengkap yang terdiri dari ayah, ibu, kakak, dan adik. Walaupun tergolong keluarga lengkap, bisa dikatakan bahwa saya berasal dari keluarga yang broken home.
Keributan dan bentakan sudah sering saya dengar sejak SD sehingga saya sudah terbiasa mendengar pertengkaran antara Ayah dan Ibu. Tak jarang juga saya sampai terbangun tengah malam untuk melerai Ayah dan Ibu yang sedang bertengkar. Sebenarnya, masalah ini berinti pada perekonomian keluarga yang semakin terpuruk. Dahulu, Ayah memang bekerja sebagai supervisior. Namun karena ajakan teman kerjanya dahulu, Ayah sering pindah-pindah tempat kerja dan berakhir menjadi pengangguran. Masa pengangguran Ayah sekitar 2 tahun dengan beban jumlah tanggungan yang semakin besar saat itu. Saya yang duduk di bangku SD, Kakak yang berada di bangku SMP, dan adik saya yang masuk TK membuat beban tanggungan menjadi semakin besar. Hal tersebut membuat ibu saya berhutang pada orang karena tidak adanya sumber pemasukan sama sekali saat itu.
Hutang yang semakin menumpuk dan bunga yang semakin besar itulah yang membuat keluarga saya semakin terpuruk. Hal tersebut juga sempat membuat hubungan keluarga kami menjadi agak retak sampai Ayah dan Ibu nyaris bercerai. Pada akhirnya, Ayah tidak mau tinggal di rumah bersama kami dan memilih untuk tinggal di rumah Eyang selama beberapa waktu sedangkan Ibu, Kakak, Adik, dan saya tetap tinggal di sini. Beruntung ada Eyang yang dengan bijak membujuk dan membantu untuk menyatukan keluarga kami dengan “rembugan” bersama. Langkah akhir yang bisa dilakukan saat itu adalah menjual tanah milik Eyang dari Ibu untuk menutup sedikit dari hutang yang terlalu besar.
Seiring berjalannya waktu, Ayah diberikan modal oleh Eyang untuk berternak ayam kecil-kecilan dan Puji Tuhan dapat sedikit membantu perekonomian keluarga kami. Namun pada saat saya duduk di bangku SMP, harga ayam sedang turun dan terpaksa Ayah gulung tikar dengan peternakan ayamnya. Ayah mencari pekerjaan untuk menutup kebutuhan sehari-hari keluarga dengan menjadi “valet” atau tukang parkir di Ambarukmo Plaza sedangkan Ibu menjalani pelatihan sebagai TKI dan akhirnya bekerja sebagai TKI di Taiwan untuk menyicil hutang yang besar tersebut.
Karena umur yang makin menua dan penyakit liver Ibu yang kadang kambuh, sekarang Ibu saya sudah balik ke Indonesia dan hanya mengurus pekerjaan rumah. Walaupun demikian, beban tanggungan keluarga kami justru semakin besar karena biaya kuliah saya dan adik saya yang akan masuk ke perguruan tinggi membutuhkan dana yang cukup besar. Kondisi pandemi yang terjadi juga semakin memperburuk keadaan ekonomi keluarga kami. Ayah dengan penghasilan kurang dari 2 juta dengan ditambah gaji Kakak yang masih sedikit, sepertinya belum bisa mencukupi biaya tanggungan keluarga kami, pasalnya Ayah sering meminta keringanan pada kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta agar dapat mencicil dan memohon perpanjangan pembayaran biaya kuliah saya.
Setelah lulus SMA, saya tidak lolos SNM dan SBM sehingga melanjutkan kehidupan sebagai seorang gap year sembari mengurus Eyang yang dirawat di rumah sakit selama kurang lebih 3 bulan karena penyakit jantungnya yang kambuh. Setelahnya, saya sempat bekerja sebagai seorang barista di kedai kopi dengan upah UMR sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Upah dari bekerja selama 6 bulan sebagai barista itulah yang saya gunakan untuk membantu Ayah dalam membayar biaya SPU (Sumbangan Pengembangan Universitas) saat masuk di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Perekonomian yang cukup sulit ini juga membuat saya harus pulang-pergi dari rumah saya di Klaten ke kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta saat perkuliahan luring dilaksanakan. Hal tersebut saya lakukan karena tidak adanya biaya untuk membayar kos dan mencukupi kebutuhan sehari-hari saya jika hidup di Yogyakarta. Bahkan untuk meminimalisir pengeluaran, tak jarang saya berusaha untuk menghemat uang makan dan menahan rasa lapar saat mengikuti perkuliahan serta menghemat penggunaan bensin.
Kondisi keluarga yang kurang harmonis dengan perekonomian yang sulit ini terkadang membuat saya merasa kecil hati dan merasa sedih. Walaupun demikian, saya percaya bahwa Tuhan sudah memberikan jalan seperti ini kepada saya sekeluarga untuk membentuk pribadi yang lebih kuat di masa mendatang. Kekurangan tersebut juga menjadi alasan saya untuk terus bangkit dan berusaha untuk mengembangkan diri demi membantu memperbaiki perekonomian keluarga yang sulit ini. Oleh karena itu, Beasiswa KAMAJAYA ini sangat penting dan berarti untuk saya karena bukan hanya membantu finansial keluarga saya yang terbilang tidak cukup baik, namun juga bisa mengeluarkan uneg-uneg yang terjadi dalam keluarga saya melalui pendampingan oleh para konselor.
Masa kuliah adalah kesempatan saya untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan untuk mengembangkan diri saya, maka saya berusaha keras untuk dapat mencerna materi-materi yang diberikan meski saya tergolong mahasiswa dengan umur yang cukup tua di angkatan. Selain mengembangkan diri dengan ilmu yang diberikan saat perkuliahan, saya juga berusaha untuk mengembangkan softskill saya dengan mengikuti organisasi dalam kampus, seperti UKM bulutangkis dan Presma FTB. Salah satu organisasi universitas yang saya ikuti adalah Presidium Mahasiswa Fakultas Teknobiologi UAJY. Di organisasi, saya diajarkan banyak hal mengenai bagaimana cara berorganisasi, membangun relasi, membuat laporan keungan, membuat proposal, dan lain-lain. Kebetulan keanggotaan saya dalam Presma FTB sebagai bendahara divisi Akademik. Banyak teman-teman baru yang saya temui dan juga pengalaman-pengalaman baru yang saya dapatkan.
Saya juga sempat mengikuti acara “Teknobiofun” sebagai asisten dosen bagian Biologi-Industri. Dari situ, saya belajar bagaimana mengemas materi perkuliahan yang berat menjadi materi yang ringan agar adik-adik SMA yang mengikuti acara promosi dapat paham dan tertarik dengan promosi yang dilakukan. Tentunya diperlukan kerja keras, kesabaran, dan pengabdian yang lebih dalam berorganisasi agar kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
Untuk rencana saya ke depannya, saya memiliki cita-cita untuk memperbaiki ekonomi keluarga dan bekerja pada bidang product development di perusahaan besar dan ternama, seperti Orang Tua Group ataupun Unilever. Penghasilan yang diperoleh dari kerja pada perusahaan tersebut rencananya akan saya gunakan untuk membuat bisnis FnB ataupun bisnis clothingan. Setelah memiliki penghasilan tetap dan pengasilan pasif dari bisnis, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Universitas Atma Jaya Yogyakarta dengan memberikan sumbangan kecil yang tidak seberapa dengan ilmu yang saya dapatkan saat duduk di bangku perkuliahan.
Mungkin bagi beberapa orang yang mengetahui dengan jelas keadaan keluarga saya sekarang, mereka berpikir tidak mungkin anak dari keluarga miskin akan bekerja di perusahaan besar dan ternama apalagi menjadi seorang pembisnis. Namun, terdapat sebuah kata bijak dari Bill Gates yang sering tergiang-giang di kepala saya yang berbunyi, “If you are born with poor condition, it’s not your mistake, but if you die poor, it’s your mistake.” Kalimat tersebut menampar saya untuk tidak pernah menyalahkan keadaan yang saya harus hadapi. Kalimat ini juga yang memotivasi saya untuk menunjukkan kepada orang-orang bahwa saya bisa sukses suatu hari nanti, walaupun bukan terlahir dari keluarga yang kaya namun dapat sukses bahkan menginspirasi banyak orang.
Menginspirasi banyak orang sekaligus membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat adalah impian terbesar yang saya miliki. Saya ingin berguna untuk orang-orang sekitar, khususnya orang-orang yang tidak mendapatkan “privilege” dan berasal dari keluarga yang berkekurangan. Tentunya itu semua tidak terlepas dari campur tangan para donatur yang telah berperan dalam memberikan saya kesempatan untuk tetap bisa kuliah. Di samping itu juga, saya tidak akan pernah melupakan kesempatan beasiswa yang sudah diberikan kepada saya sehingga saya ingin sekali memberikan timbal balik ke Universitas Atma Jaya Yogyakarta tercinta ini, misalnya dengan ikut menjadi salah satu donatur sesudah saya bekerja. Saya bertekad dan berjanji akan mendonasikan sebagian penghasilan yang saya miliki nanti setelah bekerja untuk mengembangkan program Beasiswa KAMAJAYA ini dan juga demi pendidikan untuk generasi emas selanjutnya.
No Comments