KAMAJAYA Scholarship / Kisah/Kesaksian/Testimoni  / Kisah Penerima Beasiswa: Secercah Cahaya

Kisah Penerima Beasiswa: Secercah Cahaya

Nama saya Nicolas Armando, atau biasa dipanggil Nico oleh teman-teman. Sejak 11 Juli 2021, saya dibantu oleh KAMAJAYA Scholarship sebagai Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-5. Pada saat itu, saya berada di Semester Gasal Tahun Akademik 2021/2022. Saat ini, saya sedang menempuh semester akhir Tahun Akademik 2023/2024. Sungguh perjalanan yang panjang, terhitung kurang lebih sudah hampir 3 tahun saya dibantu oleh KAMAJAYA Scolarship dalam membiayai kuliah saya. Berawal dari keputusasaan tidak bisa melanjutkan kuliah karena keterbatasan biaya, saya menemukan secercah cahaya yang bernama KAMAJAYA Scholarship.

Saat ini, saya sedang menempuh Studio Tugas Akhir Arsitektur (STAA) sebagai syarat kelulusan mahasiswa arsitektur. Ujian pendadaran akan dilaksanakan tanggal 13-14 Juli 2024 dan Wisuda akan dilaksanakan tanggal 26 Agustus 2024. Senang sekali rasanya sebentar lagi saya lulus, bekerja, dan melanjutkan kehidupan yang baru. Saya sangat ingin bekerja di IKN Nusantara. Namun di balik kesenangan itu, tersimpan kekhawatiran yang mendalam. Saya memiliki tunggakan SPU dan SPP Tetap sebelum menjadi penerima Beasiswa KAMAJAYA. Tunggakan total Rp19.650.000,00 di awal masa kuliah menjadi beban yang harus saya pikul sampai semester akhir ini.

Saya sangat mengerti beban orang tua saya, tidak hanya tunggakan SPU dan SPP Tetap ini, melainkan beban utang yang dimiliki orang tua saya. Dulu, keluarga kami memiliki utang kurang lebih Rp500.000.000,00 (5 tahun yang lalu). Saat ini, jumlah utang sudah jauh berkurang menjadi Rp100.000.000,00. Utang ini bermula dari salah satu om saya (kakak Ibu) yang meminta bantuan Ibu untuk mencari pinjaman uang memakai nama Ibu. Setelah dipinjamkan, om saya tidak membayar utangnya dan ibu saya yang harus membayar karena nama yang dipakai untuk meminjam uang adalah nama beliau. Utang inilah yang sampai saat ini membebani kami.

Sebelum pandemi saat Ibu masih berjualan di kantin, Ayah dan Ibu masih sanggup untuk menguliahkan saya sekaligus membayar utang. Utang ini dicicil Rp6.000.000,00 setiap bulannya (dibayar 2 kali setiap bulan, awal bulan dan tengah bulan). Gaji Ayah kadang langsung habis untuk membayar utang dan penghasilan Ibu yang harus menanggung kebutuhan sehari-hari seperti makan, bayar listrik, bayar air, dan bayar cicilan rumah. Jika penghasilan Ibu tidak cukup atau ada keperluan mendesak lain, biasanya Kakak membantu Ayah dan Ibu dengan gajinya. Namun semenjak pandemi, usaha kantin Ibu tutup mengikuti kebijakan pemerintah belajar dari rumah. Sementara itu, utang dan cicilan tetap harus dibayar tepat waktu atau dikenakan denda keterlambatan, yang jadinya membuat utang kami semakin besar.

Sekarang, keluarga kami hanya mengandalkan gaji Kakak untuk kebutuhan hidup sehari-hari seperti membeli makan, keperluan rumah tangga, bayar tagihan listrik, air, cicilan rumah, dan membayar kuliahnya sendiri, sedangkan gaji Ayah setiap bulan habis untuk membayar utang. Mungkin, kondisi keuangan keluarga kami ini yang menjadi penyebab saya lolos seleksi menjadi Penerima Beasiswa KAMAJAYA. Maka dari itu, dengan kondisi yang penuh kekurangan, saya tidak ingin menambah beban orang tua saya dengan masalah tunggakan SPP dan SPU saya.

Saat ini, ayah saya (53 tahun) bekerja sebagai karyawan swasta di perusahaan kopi sebagai sales kopi. Keseharian Ayah keliling dari pasar ke pasar untuk mengantarkan kopi pesanan toko-toko di pasar. Ayah sudah menjadi sales kopi selama lebih dari 13 tahun. Per bulan gajinya Rp4.500.000,00 cukup untuk kebutuhan sehari-hari membeli makan dan keperluan rumah tangga. Ibu saya (45 tahun) sekarang seorang ibu rumah tangga. Sebelumya, Ibu bekerja sebagai pedagang di kantin salah satu sekolah swasta. Sekolahnya tidak kecil, juga tidak besar. Namun, Ibu menjadi satu-satunya pedagang di kantin sekolah. Muridnya ada beberapa ratus, mulai dari SD hingga SMA. Dulu, per hari Ibu bisa membawa pulang uang sebesar Rp500.000,00 (kotor) dari hasil penjualan kantin. Kakak saya laki-laki (25 tahun) juga membantu perekonomian keluarga dengan bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta. Kakak pulang pergi setiap hari dengan kereta. Gaji Kakak lumayan besar, sekitar Rp5.000.000,00. Kakak membayar kuliahnya sendiri. Selain itu juga, Kakak membantu Ibu dan Ayah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membantu membayar utang Ayah dan Ibu.

Menjelang Semester 7, saya tersadar jika waktu saya untuk melunasi tunggakan semakin sedikit. Kebetulan saat itu beban SKS kuliah mulai berkurang, saya memutuskan untuk bekerja part time di perusahaan Berijalan. Setelah melalui proses rekrutmen dan training yang panjang, akhirnya saya bekerja. Selama 1 bulan lebih saya bekerja sebagai telemarketer, dalam sehari dibayar Rp32.000,00 dan bekerja selama 4 jam sehari.

Ada rasa penolakan dalam diri saya bekerja di sana, karena saya bekerja sebagai telemarketer, menawarkan pinjaman uang. Hati kecil saya menolak untuk bekerja dengan tulus, bagaimana bisa saya yang berasal dari keluarga yang terlilit utang ini justru bekerja sebagai telemarketer pinjaman uang? Namun saya berpikir, semua itu memang harus saya jalani dengan professional. Saya berusaha menutupi ego pribadi. Dalam satu bulan lebih itu, saya mendapatkan gaji kurang lebih Rp500.000,00. Sungguh senang saya menerima gaji itu yang niatnya ingin saya jadikan cicilan tunggakan SPU dan SPP Tetap.

Akan tetapi, kesulitan baru kembali datang. Kakak saya terlilit utang pinjol hingga ratusan juta dan kondisi keuangan keluarga kami semakin hancur. Bahkan, ada utang yang dipinjam atas nama saya dan saya pun ikut diteror oleh debt collector. Saya sampai harus menjual ipad saya (mahasiswa Prodi Arsitektur UAJY diberikan ipad saat masuk kuliah). Uangnya tidak untuk saya, tetapi saya kirim ke orang tua saya untuk membantu membayar cicilan.

Aktivitas sehari-hari di rumah.

Di dalam kesulitan ini, saya tidak putus asa. Saya yakin masih ada banyak orang-orang baik yang bisa membantu saya. Saya sadar tunggakan SPP dan SPU yang terjadi sebelum saya diterima sebagai Penerima Beasiswa KAMAJAYA sama sekali bukan tanggung jawab KAMAJAYA Scholarship. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mencicil tunggakan SPP dan SPU. Namun apa daya, cobaan silih berganti menimpa keluarga kami. Kondisi keuangan keluarga kami semakin runyam sehingga tidak bisa saya harapkan sama sekali. Saya berdoa semoga ada jalan untuk melunasi tunggakan SPP dan SPU yang masih menjadi beban sebelum kelulusan pada bulan Agustus 2024.

Yogyakarta, 7 April 2024

Nicolas Armando
Mahasiswa Program Studi Arsitektur UAJY Angkatan 2020
Penerima Beasiswa KAMAJAYA Angkatan ke-5

Image by Andreas Lischka from Pixabay

No Comments

Post a Comment

×

Hello!

Click one of our contacts below to chat on WhatsApp

× Tanya Beasiswa KAMAJAYA